Menurut kebijakan program tersebut, setiap warga negara yang terdaftar berhak mendapatkan bantuan senilai 2.000 dollar AS atau sekitar Rp 30 juta (kurs Rp 14.600).
"Diperkirakan, ada 60 juta dollar AS (sekitar Rp 875 miliar) yang sudah didapat. Uang dari Pemerintah AS itu masuk ke terduga pelaku yang saat ini masih DPO," jelas Kombes Farman dalam wawancara di KompasTV.
"Untuk dua orang yang sudah ditangkap, mendapatkan 30.000 dollar AS (sekitar Rp 437 juta) per bulan," imbuh Farman.
Menurut Farman, MZMSBP memiliki kemampuan untuk membuat situs palsu. Sementara satu pelaku lain, SFR, adalah lulusan salah satu SMK di Jawa Timur.
Farman menambahkan, kedua pelaku cukup sering terlibat dalam kasus penipuan serupa. "Kedua orang ini menjadi salah satu yang menjadi sorotan kami, karena beberapa kali kami melakukan penyelidikan, ada kaitannya dengan dua tersangka ini," jelas Farman.
Baca Juga: Hanya 57% masyarakat Indonesia percaya pada perlindungan data di layanan keuangan
Polda Jatim melakukan penyelidikan selama tiga bulan dengan koordinasi ke Mabes Polri dan Biro Investigasi Federal (FBI) di AS.
Farman mengatakan, Polda Jatim masih terus melakukan pendalaman dan berkomunikasi dengan FBI karena kasus ini menyangkut warga negara AS.
"Kita masih lakukan kerjasama (dengan FBI) karena kita masih perlu melakukan penangkapan terhadap satu terduga pelaku yang saat ini masih DPO," kata Farman.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan pasal 32 ayat (2) Jo pasal 48 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
Mereka menghadapi ancaman hukuman 9 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 3 miliar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Scammer Indonesia Curi Rp 875 MIliar dari Bansos Covid-19 Amerika"
Penulis: Wahyunanda Kusuma Pertiwi
Editor: Oik Yusuf
Selanjutnya: Jual Beli Ulasan Palsu di Medsos, 16.000 Grup Dihapus Facebook
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News