Peristiwa

Indonesia Kembali Dilanda Suhu Dingin Agustus 2025, Ini Daftar Wilayah yang Terdampak

Sabtu, 16 Agustus 2025 | 04:07 WIB Sumber: Kompas.com
Indonesia Kembali Dilanda Suhu Dingin Agustus 2025, Ini Daftar Wilayah yang Terdampak

ILUSTRASI. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali mencatat suhu dingin atau fenomena bediding yang melanda Indonesia pada Agustus 2025. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto


KONTAN.CO.ID - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali mencatat suhu dingin atau fenomena bediding yang melanda Indonesia pada Agustus 2025. 

Fenomena ini sebelumnya terjadi pada awal Juli 2025 yang membuat masyarakat di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara merasakan udara dingin hampir sepanjang hari, terutama saat pagi dan malam. 

“Fenomena bediding merupakan istilah lokal yang menggambarkan kondisi udara yang sangat dingin, terutama dirasakan saat malam hingga pagi hari,” ujar Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani kepada Kompas.com, Jumat (15/8/2025). 

“Umumnya terjadi selama puncak musim kemarau, yaitu pada Juli hingga Agustus,” tambahnya. 

Wilayah yang dilanda suhu dingin Agustus 2025 

Andri menjelaskan, suhu dingin akan lebih terasa di daerah dataran tinggi, baik pegunungan atau perbukitan, seperti Dieng, Bromo, dan Ruteng. 

Kendati demikian, suhu dingin umumnya dirasakan di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan khatulistiwa, seperti: 

Baca Juga: Apa Penyebab Hujan di Bulan Agustus? Begini Jawaban BMKG

  • Pulau Jawa
  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat (NTB)
  • Nusa Tenggara Timur (NTT).

Penyebab suhu dingin Agustus 2025

Andri menerangkan, suhu dingin yang terjadi pada bulan ini disebabkan oleh beberapa faktor pengendali cuaca-iklim. Faktor pertama adalah angin timuran dari Australia yang bersifat kering dan dingin akibat aktifnya Monsun dingin Australia pada Juni hingga Agustus.

Fenomena bediding juga dipengaruhi oleh langit cerah tanpa awan yang memungkinkan radiasi permukaan Bumi cepat menghilang saat malam hari sehingga terjadi pendinginan yang cukup ekstrem di permukaan.

Faktor lainnya adalah kelembapan udara yang rendah atau kering (berdasarkan pantauan satelit Himawari-watervapor) sehingga tidak ada media penyimpanan panas di atmosfer dekat permukaan sebagaimana udara kering tidak bisa menahan panas seefektif udara lembap.

Baca Juga: BMKG Sebut Curah Hujan Bakal Meningkat pada Bulan Oktober

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru