JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengaku tidak akan menggunakan cara-cara pengendalian informasi seperti pada Zaman Orde Baru dalam mengawasi aktivitas internet di dalam negeri. Pada zaman itu, pemerintah memiliki kontrol yang kuat terhadap informasi yang beredar di masyarakat. Bahkan, pemerintah orde baru bisa bertindak tegas terhadap informasi yang tidak sesuai dengan keinginan pemerintah.
"Sementara saat ini Kementerian Kominfo hanya akan menepis konten di internet sesuai kebutuhan, tidak semuanya dikontrol," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara dalam keterangan resmi, Senin (16/1).
Hal tersebut ia sampaikan pada saat kunjungan kerja di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kunjungan tersebut berlangsung pada 15 Januari-16 Januari 2017. Dalam kunjungan dua hari tersebut, Rudiantara menghadiri sejumlah agenda.
Di antaranya seperti Diskusi Film Lentera Maya yang digagas oleh Lembaga pemerhati kemajuan Teknologi dan Informatika ICT Watch di Taman Budaya Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Rudiantara juga berkunjung ke lokasi penempatan Stasiun Monitoring Frekuensi Radio (SMFR) yang berada di Kota Mataram.
Selain itu, juga melakukan sosialisasi UU ITE dan hasil revisinya di Kampus Universitas Mataram. Setidaknya ada empat perubahan signifikan dalam UU ITE yang telah direvisi.
Perubahan pertama, adanya penambahan pasal hak untuk dilupakan atau the right to be forgotten. Hak tersebut ditambahkan pada Pasal 26. Intinya, tambahan pasal ini mengizinkan seseorang untuk mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu yang sudah selesai, tetapi diangkat kembali.
Salah satu contohnya, seorang yang sudah terbukti tidak bersalah di pengadilan, berhak mengajukan permintaan agar berita pemberitaan tentang dirinya yang menjadi tersangka dihapus.
Perubahan kedua, adanya penambahan ayat baru pada Pasal 40. Pada ayat ini, pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi melanggar undang-undang.
Informasi yang dimaksud terkait pornografi, SARA, terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya. Jika ada situs berita resmi yang dianggap melanggar UU tersebut, penyelesaiannya akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers.
Apabila situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan media, pemerintah bisa langsung memblokirnya.
Perubahan ketiga, menyangkut tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di pengadilan. UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi) tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.
Perubahan keempat, menyangkut pemotongan masa hukuman dan denda. Ancaman hukuman penjara diturunkan dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh ditahan karena hanya disangka melakukan tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya penjara di bawah lima tahun.
Hukuman denda berupa uang juga diturunkan. Dari awalnya maksimal Rp 1 miliar, menjadi Rp 750 juta. Selain itu juga menurunkan ancaman pidana kekerasan Pasal 29, sebelumnya paling lama 12 tahun, diubah menjadi 4 tahun dan denda Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News