"Halim meminta gaji dari Bumdes senilai Rp 19 juta 500 ribu atas nama komisaris, padahal tidak ada keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan," ujarnya.
Selama dua tahun, warga yang berinvestasi di Bumdes hanya menerima dividen yang terus menurun.
Pada tahun pertama, warga yang sudah punya saham yang mendapat Rp 500.0000, dan tahun kedua turun 400.000. Hingga saat ini, tidak ada keuntungan kepada warga.
Baca Juga: Abdul Halim, Mantan Demonstran dan Eks Nakhoda Sukses Jadikan Sekapuk Desa Miliarder
Halim juga dituduh mengajukan utang ke bank dengan menjaminkan aset desa.
"Utang di bank UMKM mencapai Rp 2 miliar dan di BMT Syariah Rp 1,8 miliar. Saat ini, masih tetap dibayar setiap bulan. Dengan jaminan utang atas nama aset mantan kades, Termasuk aset desa," tegas Ali.
Hingga akhirnya, masyarakat meminta mantan kades Sekapuk itu untuk membayar sendiri utang tersebut akibat kebijakan yang dibuat. Harapan warga agar tidak dibebankan kepada masyarakat atau Pemdes.
Hasil audit dari Inspektorat menunjukkan adanya dana senilai Rp 12 miliar yang tidak ditemukan Surat Pertanggungjawaban (SPJ)-nya.
Baca Juga: Mengenal Desa dengan Pergaulan Tingkat ASEAN
Salah satu contoh adalah pengadaan bangunan tempat kuliner yang menghabiskan anggaran Rp 500 juta, padahal menurut pakar bangunan, biaya yang seharusnya hanya sekitar Rp 300 juta.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Abdul Halim: dari Desa Miliarder ke Kasus Hukum Penggelapan Aset, https://www.tribunnews.com/regional/2024/11/29/abdul-halim-dari-desa-miliarder-ke-kasus-hukum-penggelapan-aset?page=all.
Selanjutnya: Cermati Saham-Saham yang Paling Banyak Dijual Asing dalam Sepekan Terakhir
Menarik Dibaca: Rekomendasi 6 Film Anak-Anak Netflix Buat Akhir Pekan Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News