Dinasti politik meningkat
Pada Pilkada 2020, selain keluarga Jokowi yang mencalonkan diri dalam kontestasi politik ini, sejumlah kerabat pejabat negara lainnya juga turut beramai-ramai mencalonkan diri, sebagaimanan yang dilansir dari Nikkei Asia. Di ataranya, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, keponakan Prabowo Subianto, mencalonkan diri menjadi wakil wali kota Tangerang Selatan, Banten.
Di kota yang sama, Siti Nur Azizah, putri Amin, mencalonkan diri sebagai wali kota. Mereka akan melawan satu sama lain. Hanindhito Himawan Pramono, putra Sekretaris Kabinet Pramono Anung, mencalonkan diri sebagai bupati Kediri, Jawa Timur. Posisi tersebut telah dipegang oleh keluarga yang sama selama lebih dari 20 tahun.
Di tempat lain, adik dari menteri pertanian dan keponakan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla itu bercita-cita menjadi wali kota Makassar. Sedangkan, adik dari menteri tenaga kerja mencalonkan diri sebagai wakil bupati Mojokerto.
Baca juga: Katalog promo KJSM Hari Hari Swalayan 10 Desember, melimpah tawaran gratis 1 produk
Yoes Kenawas, seorang calon doktor ilmu politik di Northwestern University, Amerika Serikat, menemukan ada 52 kandidat dinasti politik seperti itu pada 2015, tetapi pada Pilkada tahun ini setidaknya ada 146 orang. Itu adalah "yang terbanyak dalam sejarah Indonesia sejauh ini", kata Kenawas seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Selasa (8/12/2020).
Kenawas, yang juga pernah mempelajari dinasti politik di Indonesia, mengatakan peningkatan itu dimungkinkan karena banyak politisi yang terpilih pada 2010 dan 2015 sudah menjabat 2 periode, sehingga tidak bisa lagi mencalonkan diri. Kemudian, banyak dari mereka melihat keluarga mereka sendiri sebagai kandidat terbaik untuk mempertahankan warisan dan kepentingan politik mereka.
“Ini yang pertama dalam sejarah Indonesia di mana anak-anak dan mertua presiden yang aktif, anak-anak wakil presiden, bahkan anak menteri ikut serta langsung dalam pemilihan kepala daerah ketika orang tua atau kerabatnya masih menjabat,” ujarnya.
“Dinasti politik semakin terbukti sebagai indikator di mana ruang untuk bersaing, meski masih luas, tapi semakin menyempit,” imbuh sebagaimana yang dilansir dari Al Jazeera.
Aisah Putri Budiatri, Peneliti Pusat Kajian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengatakan pemilu tahun ini menunjukkan “kegagalan parpol dalam merekrut calon kepala daerah berdasarkan kader internal partai”. “Banyak dari kandidat berbasis kekerabatan ini bukanlah politisi berpengalaman di bidang pencalonan dan belum membangun jaringan yang mengakar, baik di dalam partai atau dengan komunitas di daerah pemilihan mereka,” katanya kepada Al Jazeera.
Melansir Inter Press Service pada Selasa (8/12/2020), sarjana komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, berkata, “Prinsip meritokrasi dengan aspek kelayakan dan kompetensi merupakan syarat mutlak untuk mendukung kualitas seorang calon.”
Sementara, dosen Komisioner Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menegaskan bahwa pengembangan kader partai itu penting. "Beri waktu setidaknya 10 tahun sebelum kader partai menjadi calon eksekutif atau legislatif," ujar Emrus.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pilkada 2020 di Mata Media Asing, Dinasti Politik Jokowi jadi Sorotan",
Penulis : Shintaloka Pradita Sicca
Editor : Shintaloka Pradita Sicca
Selanjutnya: Tidak bisa mencium bau bukan hanya karena corona, ini penyebab lainnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News