PROFIL - Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlihat mengenakan pakaian adat dari Suku Baduy yang berasal dari Provinsi Banten saat menghadiri Sidang Tahunan MPR RI tahun 2021 di Gedung Nusantara.
"Busana yang dipakai Presiden adalah pakaian adat Suku Baduy, yang berada di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten," ujar Staf Khusus Kementerian Sekretariat Negara Faldo Maldini dikutip Kontan.co.id, Senin (15/8).
Lantas, seperti apa Suku Baduy yang berasal dari Provinsi Banten?
Baca Juga: Jokowi gunakan baju adat Suku Baduy dalam pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR
Mengenal Suku Baduy dari Banten
Dirangkum dari laman Indonesia.go.id, asal muasal sebutan "Baduy" adalah pemberian dari para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden).
Kemungkinan lain asal sebutan Baduy adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut.
Selain itu, Suku Baduy juga dikenal dengan Urang Kanekes atau Orang Kanekes. Orang Kanekes merupakan kelompok etnis masyarakat adat suku Banten di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Populasi Urang Kanekes ini diperkirakan 26.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar.
Sehingga, mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo.
Baca Juga: Mahoni Bangun Sentosa, taman wisata terbaru di Kota Serang
Suku Baduy Luar dan Baduy Dalam
Sementara dirangkum dari laman resmi Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Suku Baduy sendiri terdiri dari 2 macam, yakni suku Baduy Luar dan suku Baduy Dalam.
Secara penampilan, suku Baduy Dalam memakai baju dan ikat kepala serba putih. Sedangkan Suku Baduy Luar memakai pakaian hitam dan ikat kepala berwarna biru.
Dilihat dari jumlah penduduknya, masyarakat Baduy Luar atau urang penamping memiliki kelompok besar berjumlah ribuan orang yang menempati puluhan kampung di bagian utara Kanekes seperti daerah kaduketuk, cikaju, gajeboh, kadukolot, Cisagu, dsb.
Sementara di bagian selatan yang terletak di pedalaman hutan ditempati masyarakat Baduy Dalam atau Urang Dangka yang hanya berpenduduk ratusan jiwa serta tersebar di tiga daerah, yaitu kampong Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana.
Baca Juga: Pemerintah dukung pembatasan wisatawan ke Baduy, ini alasannya
Hingga saat ini masyarakat Baduy Dalam masih memegang kuat konsep pikukuh (aturan adat yang isi terpentingnya mengenai keapaadaan) secara mutlak dalam kesehariannya sehingga banyak pantangan yang masih sangat ketat diberlakukan.
Hal ini berbeda dengan cara hidup masyarakat Baduy Luar yang secara garis besar sudah sedikit terkontaminasi budaya modern.
Masyarakat Baduy Luar juga mengenali teknologi berupa alat-alat elektronik, walaupun sesuai pantangan adat yang berlaku mereka sama sekali tidak mempergunakannya, dan bahkan menolak penggunaan listrik.
Namun, hingga kini masyarakat Baduy tidak mempergunakan transportasi apapun dan hanya berjalan kaki untuk berpergian.
Mereka juga memilih tidak menggunakan alas kaki, tidak bepergian lebih dari 7 hari ke luar Baduy, membangun segala kebutuhan seperti rumah, jembatan, dsb, dengan bantuan alam, memanfaatkan alam, dan untuk alam, serta memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papannya sendiri dengan menenun atau bercocok tanam.
Selanjutnya: 4 sifat teladan suku Baduy yang bisa Anda terapkan di kehidupan sehari-hari
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News