DKI JAKARTA - JAKARTA. Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jakarta Raya menemukan sejumlah maladministrasi atas kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang menutup Jalan Jatibaru. Atas temuan tersebut, ORI Jakarta Raya memberikan sejumlah evaluasi pada Senin (26/3). Hasil temuan dan evaluasi ORI Jakarta Raya, sebagai berikut:
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menerima laporan masyarakat dari Koperasi Pedagang Pasar (KOPPAS) Kebon Jati Pasar Blok G Tanah Abang mengenai dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta terkait Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang.
Berdasarkan laporan masyarakat tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap beberapa instansi dan pihak-pihak terkait di antaranya yaitu Dinas Koperasi UKM serta Perdagangan Provinsi DKI Jakarta, Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta, Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya, Koalisi Pejalan Kaki dan Ahli Tata Kota.
Selain itu Tim Ombudsman juga melakukan tiga kali pemeriksaan lapangan secara tertutup maupun terbuka. Untuk pemeriksaan lapangan secara terbuka, pada tanggal 20 Maret 2018, Tim Ombudsman bersama-sama dengan Ditlantas Polda Metro Jaya memeriksa kondisi lapangan di Kawasan Tanah Abang dan Jalan Jatibaru Raya.
Dari hasil rangkaian pemeriksaan Tim Ombudsman menemukan 4 tindakan maladministrasi atas kebijakan penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang yaitu :
1. Tidak Kompeten
Tindakan tidak kompeten yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama Dinas UKM serta Perdagangan dalam mengantisipasi dampak dari penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya. Hal ini terlihat dari tidak selaras dengan tugas Dinas UKM serta Perdagangan dalam melaksanakan pembangunan, pengembangan, dan pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah serta perdagangan sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 266 Tahun 2016. Selain itu Gubernur DKI Jakarta dalam penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya tidak mimiliki perencanaan yang matang, terkesan terburu-buru dan parsial, karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memiliki Rencana Induk Penataan PKL dan peta jalan PKL di Provinsi DKI Jakarta.
2. Penyimpangan Prosedur
Kebijakan Gubernur DKI Jakarta dalam melakukan penutupan Jalan Jati Baru Raya juga dinilai telah menyimpang dari prosedur, pasalnya kebijakan Gubernur DKI Jakarta bersama Dinas Perhubungan DKI Jakarta tersebut dilakukan tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu dari Polda Metro Jaya. Mengingat, sesuai ketentuan Pasal 128 ayat (3) Undang -Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa terhadap penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas harus dengan seizin Polri.
3. Pengabaian Kewajiban Hukum
Kebijakan Gubernur DKI Jakarta berupa diskresi dalam penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya dengan menutup Jalan tersebut, tidak sejalan dengan ketentuan tentang penggunaan diskresi sebagaimana Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan mengabaikan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030. Hal ini menurut Tim Ombudsman merupakan maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum.
4. Perbuatan melawan hukum
Tim Ombudsman juga menemukan alih fungsi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang, telah melanggar Ketentuan Peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Selain alih fungsi Jalan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menyampingkan hak pejalan kaki atau pedestrian dalam menggunakan fasilitas trotoar juga telah melanggar Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.
Terhadap hasil temuan tersebut, menyampaikan tindakan perbaikan atau langkah korektif yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu:
1. Melakukan evaluasi secara menyeluruh dan penataan ulang Kawasan Tanah Abang sesuai peruntukannya agar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan guna menghindari tindakan maladministrasi yang terjadi pada saat ini dengan membuat rancangan induk atau Grand Design Kawasan Tanah Abang dan Rencana Induk Penataan PKL, Menata dan memaksimalkan Pasar Blok G. Serta mengembalikan fungsi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang sesuai peruntukannya.
2. Menetapkan masa transisi untuk mengatasi maladministrasi yang telah terjadi saat ini dalam jangka waktu selambat-Iambatnya 60 hari dengan melibatkan partisipasi semua pemangku kepentingan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
3. Memaksimalkan peran dan fungsi Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan tugas dan fungsi instansi terkait sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
4. Menjadikan penataan Kawasan Tanah Abang sebagai proyek percontohan penataan para pedagang secara menyeluruh, tertib lalu lintas dan jalan raya, pedestrian yang nyaman bagi pejalan kaki sebagai wujud pelayanan publik yang baik berkelas dunia.
Ombudsman RI memberikan waktu selama 30 hari kerja sejak disampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) ini kepada Pemprov DKI Jakarta untuk menyampaikan perkembangan pelaksanaan langkah korektif yang diberikan ORI Jakarta Raya.
Jika Pemprov DKI Jakarta tidak melaksanakan tindakan korektif tersebut dalam waktu yang sudah ditentukan, maka ORI akan menerbitkan rekomendasi. Rekomendasi itu akan disampaikan kepada Presiden RI dan DPR RI. Selain itu, terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan rekomendasi tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News