ROKOK - JAKARTA. Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) menyebut kebijakan Pemerintah DKI melarang display rokok di tempat berniaga merupakan bentuk ketidakpastian usaha di Indonesia.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta telah mengeluarkan seruan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Rokok dinilai makin menambah tekanan bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) dan juga industri retail secara garis besar.
Surat yang diteken pada 9 Juni 2021 itu meminta seluruh pengelola gedung Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pembinaan terhadap pemberlakuan kawasan larangan rokok.
Baca Juga: Seruan Anies soal reklame rokok dinilai mengabaikan pemulihan ekonomi
Salah satu poin utamanya adalah tidak memasang reklame dan display rokok, termasuk juga memajang kemasan produk rokok di tempat berniaga. Kebijakan penindakan juga telah dilakukan oleh pemerintah kota Jakarta Barat dengan menutup stiker, poster, hingga menutup rak pajangan produk rokok.
Dewan Penasihat Hippindo Tutum Rahanta mengatakan, kebijakan tersebut kurang tepat dan tidak beralasan. Kebijakan tersebut seolah memperlakukan produk IHT sebagai barang ilegal.
“Padahal sebelum ini juga sudah sangat dibatasi dan kami semua patuh. Semua sudah ada aturan perdagangannya termasuk kewajiban seperti pajak yang kami patuhi,” kata Tutum dalam keterangan resminya, Selasa (28/9).
Menurutnya, larangan menampilkan produk IHT dan zat adiktif akan menekan roda perekonomian yang saat ini masih jauh dari kata normal, karena pandemi Covid-19 masih berlangsung.
Selain itu, Sergub juga bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi yakni PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang menyatakan bahwa produk rokok yang sah dan secara legal mendapatkan kepastian untuk dijual jika sudah memenuhi ketentuan yang diatur seperti kemasan, kandungan produk, perpajakan, dan rentetan aturan lainnya.
Tutum mengatakan, pengusaha ritel juga tidak sembarangan menjual di mana saja, harus jauh dari tempat ibadah dan jangkauan anak-anak. Dia juga menyayangkan seruan ini dikeluarkan tanpa sosialisasi sehingga banyak pelaku usaha yang terkejut dengan kebijakan ini.
Tutum berharap kebijakan ini dicabut karena bisa juga memberikan sentimen buruk bagi kepastian berusaha secara garis besar. Bukan tidak mungkin, produk lain juga bisa mengalami diskriminasi serupa di masa depan.
Ketua Departemen Minimarket Asosiasi Peritel Indonesia (APRINDO) Gunawan Baskoro mengatakan seruan gubernur ini akan semakin menekan kinerja ritel secara keseluruhan.
Seperti yang diketahui ritel di segmen toko swalayan, kelontong, hypermarket, dan department store sudah banyak yang berguguran sepanjang pandemi. Tidak kurang ada lebih dari 1.500 gerai yang sudah tutup permanen sepanjang dua tahun terakhir.
Baca Juga: Kemenkeu prediksi cukai tembakau pada Desember 2021 lebih tinggi
“Kami sudah tunaikan semua kewajiban, bukannya didukung malah makin ditekan,” katanya.
Kondisi ritel nasional juga belum menunjukkan tren pemulihan. Selain itu, industri sektor ritel juga minim insentif. Seperti yang diketahui APRINDO dan KADIN baru saja melakukan dialog resmi dengan Presiden Joko Widodo awal bulan September ini terkait hal tersebut. Namun pemerintah belum memberikan tanggapan lanjutan karena masih dalam proses kajian.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia (Asparindo) Joko Setiyanto mengatakan seruan ini juga akan berdampak pada sektor perdagangan eceran kecil seperti di pasar tradisional dan warung kelontong.
Rokok sendiri, merupakan salah satu komoditas utama dalam perdagangan di layer ini. Menurut Joko, kebijakan ini justru mengabaikan upaya percepatan pemulihan ekonomi masyarakat yang terpukul oleh pandemi Covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News