Pengamat: Kekosongan Wagub DKI korban kepentingan politik PKS dan Gerindra

Selasa, 21 Januari 2020 | 13:57 WIB Sumber: Kompas.com
Pengamat: Kekosongan Wagub DKI korban kepentingan politik PKS dan Gerindra

ILUSTRASI. Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta Muhammad Taufik (kiri) bersama Waketum DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad (tengah), dan Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Rany Maulani (kanan), menunjukkan dokumen seusai memberikan keterangan pers tentang nama calon Wakil


DKI JAKARTA - JAKARTA. Pengamat politik M Qodari menilai, lamanya kekosongan posisi jabatan wakil gubernur DKI Jakarta merupakan korban dari arogansi partai politik yang berebut kekuasaan. Kursi Wagub DKI kosong sejak 10 Agustus 2018, setelah Sandiaga Uno memutuskan maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2019. 

Jadi, hampir 1,5 tahun warga DKI tak punya wagub. "Poinnya adalah, memang Jakarta menjadi korban bagi kepentingan politik PKS dan Gerindra," kata Qodari saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/1). 

Baca Juga: Begini kronologi karamnya kapal Pinisi yang ditumpangi wartawan Istana di Labuan Bajo

Mekanisme pengisian kekosongan jabatan wagub diatur dalam Pasal 176 UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Pasal itu mengatur, partai politik pengusung harus mengusulkan dua orang calon Wagub untuk dipilih oleh DPRD provinsi dalam rapat paripurna. 

Sementara pasangan Anies Baswedan-Sandiaga saat Pilkada DKI Jakarta 2017 diusung dua parpol, yaitu Partai Gerindra dan PKS. Qodari menilai, konflik tersebut sebenarnya sudah dimulai setelah Sandiaga memilih mundur untuk menjadi Cawapres di pemilu 2019. 

Namun, masalah wagub itu disembunyikan oleh kedua partai untuk mengamankan suara di Pemilu 2019 lalu. "Karena kalau itu (masalah posisi wagub) dimunculkan jauh-jauh hari sebelum pilpres, itu jadi batu ganjalan proses pilpres 2019," ucap dia. 

Qodari mengibaratkan masalah wagub DKI Jakarta tersebut seperti menyapu kotoran ke bawah karpet. Ketika karpet tersebut diangkat, muncul kembali masalah yang sebelumnya sempat ditutupi kedua partai itu. 

Baca Juga: Kapal berpenumpang wartawan Istana terbalik di Labuan Bajo

"Ketika pilpres sudah selesai, kepentingan berkoalisi sudah selesai, sudah lewat. Apalagi kemudian ternyata mereka berbeda di konstelasi baru politik nasional, maka kemudian konflik itu menjadi terbuka," kata dia. 

Proses pemilihan wagub DKI mandek sejak masa jabatan DPRD periode 2014-2019. Dua calon yang disodorkan Gerindra dan PKS, yakni Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto, tidak diproses DPRD DKI. Kedua nama tersebut adalah kader PKS. 

Akhirnya, PKS dan Gerindra sepakat sama-sama mengusung satu calon. PKS menyodorkan kadernya Nurmansjah Lubis, sementara Gerindra menyerahkan kadernya Ahmad Riza Patria. Kedua parpol sudah menyerahkan nama Nurmansjah Lubis dan Ahmad Riza Patria kepada Gubernur DKI Anies Baswedan hari ini. 

Selanjutnya, Anies akan meneruskan daftar calon tersebut kepada DPRD DKI hari ini juga.  DPRD DKI nantinya akan melanjutkan proses pemilihan wagub yang sudah dijalankan periode sebelumnya. Artinya, DPRD DKI tinggal mengesahkan draf tatib pemilihan wagub. 

Setelah itu, DPRD DKI Jakarta membentuk panitia pemilihan (panlih) wagub DKI. Dalam draf tatib, panlih bertugas untuk melakukan verifikasi bakal cawagub yang diusulkan partai pengusung. Pasal 11 draf tatib mengatur, bakal cawagub nantinya wajib menyerahkan visi dan misinya secara tertulis. 

Baca Juga: Siapa yang mau makan durian sepuasnya di Terminal 3 Bandara Soetta? Catat tanggalnya!

Kemudian, berdasarkan ketentuan pasal 15 draf tatib, panlih juga bertugas menetapkan cawagub yang memenuhi persyaratan. Panlih juga bertugas menggelar pemilihan wagub dalam rapat paripurna DPRD DKI. Ketentuan soal rapat paripurna pemilihan wagub diatur dalam pasal 21 draf tatib tersebut. (Singgih Wiryono)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengamat: Kekosongan Wagub DKI Korban Kepentingan Politik PKS dan Gerindra"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Tendi Mahadi

Terbaru