Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi menyanggah pernyataan Pemerintah Kota Bogor yang sebelumnya menyebutkan bahwa PAD Kota Bogor semakin naik semenjak penerapan Perda KTR.
“Asumsi soal PAD tersebut, menurut pendekatan ilmiah adalah keliru. PAD ini kan banyak unsurnya. Pertumbuhan pajak per sektor industri harus dirunut. Ada beberapa faktor yang menentukan PAD itu tumbuh signifikan atau tidak,” papar Gandhi.
Baca Juga: Temukan 347 perda bermasalah, ini rekomendasi KPPOD ke pemerintah pusat & daerah
Gandhi menjelaskan, alur perhitungan memiliki beberapa aspek yang harus dicermati. Ia mencontohkan, kebijakan pemerintah pusat seperti amnesti pajak, juga memberi sumbangsih terhadap PAD Bogor.
Begitu juga sektor pariwisata Bogor yang dinilai semakin meningkat dan berkontribusi terhadap PAD Bogor.
“Jadi, pemerintah jangan mengeluarkan pernyataan yang sekadar asumsi, yang kemudian membentuk opini dan persepsi yang keliru di tengah masyarakat,” kata Dosen Departemen Ekonomi dan i dan Sumber Daya dan Lingkungan ini.
Baca Juga: Pembahasan perda KTR harus melibatkan para pemangku kepentingan
Dari sisi hukum, Ali Ridho, pengamat hukum dari Universitas Trisakti menambahkan Perda KTR Bogor secara material dan formil, mengundang kebingungan. Ada satu pasal yang menekankan bahwa penanggungjawab tempat umum berkewajiban menyediakan kawasan tanpa rokok.
Namun di pasal lain, tidak ditemukan konsekuensi atau persyaratan lain setelah kewajiban tersebut dipenuhi.
Adapun hal lain yang mengundang pertanyaan adalah siapa yang menetapkan KTR ini, sebab di dalam perda disebutkan, pelaksananya adalah daerah.
"Bagaimana peraturan mau dilaksanakan jika tidak ada unsur orangnya. Harusnya ditulis Pemerintah Daerah, Pemerintah Kota, atau DPRD,” tutup Ridho.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News