Sejarah masa lalu Penajam Paser Utara, dari kisah dua Suku Paser hingga Kerajaan Adat

Selasa, 27 Agustus 2019 | 19:55 WIB   Reporter: kompas.com
Sejarah masa lalu Penajam Paser Utara, dari kisah dua Suku Paser hingga Kerajaan Adat

ILUSTRASI. Kendaraan melintas di dekat Masjid Agung Al Ikhlas di Kabupaten Penajam Passer Utara


PEMINDAHAN IBU KOTA - JAKARTA. Sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara menjadi salah satu lokasi ibu kota baru di Kalimantan Timur. Sebagian lainnya berada di Kabupaten Kutai Negara.

Lokasi ibu kota baru di dua kabupaten di Kalimantan Timur ini Presiden Joko Widodo umumkan dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8).

Mari menilik lebih jauh mengenai sejarah dan kisah Penajam Paser Utara. Posisi kabupaten di Kalimantan Timur ini di antara Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Balikpapan.

Melansir data Badan Pusat Statistik tahun 2018, Penajam Paser Utara memiliki luas wilayah 3.333,06 kilometer pesegi. Jumlah penduduknya sebanyak 157.711 orang.

Baca Juga: Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Ibu Kota baru Indonesia

Sejarah Penajam Paser Utara

Wilayah Penajam Paser Utara dulu merupakan kawasan yang dihuni Suku Paser Tunan dan Suku Paser Balik. Kedua suku tersebut berinduk dari Suku Paser yang saat ini tinggal di Kabupaten Paser.

Mengutip situs resmi Kebudayaan Kemendikbud, awal mulanya, kehidupan di Penajam Paser Utara terdiri dari kelompok-kelompok suku yang hidup dengan berpencar. Mereka kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan kecil yang kemudian disebut Kerajaan Adat.

Ketika itu, mata pencaharian masyarakatnya secara turun temurun adalah sebagai nelayan dan petani. Adapun Kerajaan adat yang mereka bangun berada di sekitar sungai dan teluk di kawasan Penajam.

Baca Juga: Boros lahan, Ridwan Kamil kritik desain Ibu Kota baru di Kalimantan Timur

Beberapa Kerajaan Adat di lokasi Penajam pada zaman dahulu di antaranya:

- Pemerintah Adat Suku Adang yang tinggal di Teluk Adang (Paser)

- Pemerintah Adat Suku Lolo yang tinggal di Muara Sungai Lolo (Paser)

- Pemerintah Adat Suku Kali yang tinggal di Long Kali (Paser)

- Pemerintah Adat Suku Tunan yang tinggal di Muara Sungai Tunan (Penajam)

- Pemerintah Adat Suku Balik yang tinggal di sekitar Teluk Balikpapan

Di antara Kerajaan Adat tersebut, hanya Pemerintah Adat Suku Balik yang menjadi bagian kerajaan besar Kutai Kartanegara. Sisanya jadi bagian dari wilayah Kerajaan Paser.

Seiring waktu berjalan, bagian dari Kerajaan Paser lambat laun menghilang karena memilih bergabung dengan kerajaan besar. Banyak dari kerajaan-kerajaan kecil tersebut yang akhirnya kisahnya hanya tertinggal sebagai legenda yang hidup di masyarakat.

Penajam Paser Utara secara administratif merupakan suatu wilayah otonomi. Namun secara budaya, Penajam Paser Utara sangat erat keterikatannya dengan Kutai Kartanegara.

Soalnya, keberadaan wilayah Penajam Paser Utara yang disebut Balikpapan Seberang sempat menjadi bagian dari Kutai Kartanegara. Pada 1942, Penajam Paser Utara beralih menjadi bagian dari Kabupaten Paser.

Pada 10 April 2002, kabupaten ini kemudian memekarkan diri dari Paser menjadi kabupaten otonomi bernama Kabupaten Penajam Paser Utara.

Baca Juga: Mengenal Penajam Paser Utara, Ibu Kota baru

Angkatan perang masa lalu

Peninggalan masa lalu dari Penajam Paser Utara adalah keberadaan meriam, bedil, senjata, dan mesiu. Ini tidak terlepas dari keberadaan angkatan laut masa lalu di Kerajaan Paser.

Dalam catatan Raja-Raja Paser, Tunan lebih dikenal sebagai Tanjung Jumlai. Keberadaan Tunan menjadi bagian penting dari Kerajaan Paser kala itu. Makanya, tak heran wilayah yang dihuni Suku Tunan tersebut dilengkapi armada perang untuk mengamankan sisi Utara Kerajaan Paser.

Keberadaan armada perang tersebut dilengkapi pula oleh angkatan laut Kerajaan Paser yang tak lepas dari peran bangsawan Bugis Sulawesi Selatan, Petta Saiye.

Dalam tugasnya, Petta Saiye membuat kapal perang dengan memodernisasi kapal perang Sultan Sulaiman Alamsyah. Ia dibantu empat tenaga ahli beserta 50 pekerja biasa. Kepada Petta Saiye, Sultan memerintahkan untuk mengisi kapal dengan berbagai senjata perang.

Baca Juga: Penajam Paser Utara jadi Ibu Kota, Tol Balikpapan-Samarinda siap beroperasi

Cara mendapatkan senjata itu dilakukan dengan cara jual beli zaman dahulu. Yakni, menggunakan sistem barter berupa pertukaran dengan rotan, getah wingkang, getah ketiau, dan emas.

Saat pencarian senjata tersebut, Petta Saiye yang awalnya berharap akan mendapatkan senjata di Perairan Sulawesi Selatan memperoleh informasi, bahwa Kapal Portugis yang biasanya menyediakan senjata telah jarang masuk ke wilayah tersebut.

Petta Saiye selanjutnya meneruskan pencarian senjata menuju ke Pulau Timor yakni di Negeri Delly. Di sana, ia menjalin hubungan dagang dengan pengusaha Portugis bernama Dacosta.

Untuk mengabulkan transaksi senjata yang ia harapkan, Dacosta memberikan syarat bersedia menukar senjatanya. Dengan catatan, pertukaran dilakukan di Negeri Delly untuk menghindari intervensi dari pihak Belanda.

Petta Saiye setuju. Kemudian, ia membawa kapal layar berisi muatan barang yang diperlukan untuk transaksi, hingga kemudian berhasil mendapatkan meriam, bedil, senjata, dan mesiu.

Baca Juga: Jokowi: Ibu kota baru sebagian di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kaltim

Senjata-senjata tersebut kemudian ditempatkan di beberapa tempat yakni Tanjung Jumlai Jaya di Desa Tanjung yang saat ini masuk ke dalam administrasi Penajam Paser Utara. Adapun panglima perang yang ditugaskan di sana adalah Aden Segara.

Peninggalan budaya yang bersisa di antaranya makam, masjid, serta rangka bangunan, meriam, dan bungker.

Penulis: Nur Rohmi Aida

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Masa Lalu Penajam Paser Utara, dari Kisah Dua Suku Paser hingga Kerajaan Adat"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: S.S. Kurniawan
Terbaru