Tahun berat bagi industri rokok, jutaan orang menggantung nasib di sektor IHT

Kamis, 12 November 2020 | 14:45 WIB Sumber: TribunNews.com
Tahun berat bagi industri rokok, jutaan orang menggantung nasib di sektor IHT

ILUSTRASI. Suasana pekerja di ruang produksi pabrik rokok


INDUSTRI ROKOK - JAKARTA.. Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi pendulum rejeki bagi jutaan orang untuk menopang ekonomi mereka. Di tengah derasnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berbagai sektor lainnya saat pandemi Covid-19, para pekerja di Sigaret Kretek Tangan (SKT) masih menyimpan asa untuk terus berkerja yang bisa menopang kehidupan keluarganya.

Siti Maslukah (40), seorang pekerja linting di Mojokerto, baru selesai menyiapkan sarapan buat Sania Khafidhah, 6, anak bungsunya sebelum pendidikan daring dimulai. Sengaja ia menyiapkan semua kebutuhan di pagi hari untuk mendukung buah hatinya agar lancar dalam belajar di masa pandemi.

Pintu rumahnya mulai dibuka, di kawasan Puri, Mojokerto. Sawah yang hijau masih terbentang luas menghadap rumahnya. Angin berembus kencang mulai merayap masuk ke rumahnya. Mojokerto berada di pengujung musim kemarau yang siap menanti hujan untuk menambah panen padi tahun ini.

“Anak-anak harus terus sekolah. Bagi saya, mereka adalah yang utama. Meskipun di masa sulit seperti sekarang ini, mereka semua harus semangat untuk sekolah dan melanjutkan cita-cita,” kata Maslukah.

Baca Juga: Cukai hasil tembakau naik, serapan tembakau diramal anjlok 30%

Buruh linting beranak tiga ini percaya pendidikan akan mengubah nasib keluarganya. Ketiga anaknya pun diarahkan untuk bisa terus mengenyam pendidikan sebagai bagian penting dalam perjalanan kesuksesan keluarganya.

“Dua anak saya lainnya masih duduk di bangku kelas 3 SMK Jatirejo. Tahun depan ingin saya masukan ke ITS untuk belajar teknik mesin,” ungkapnya.

Untuk mewujudkan cita-cita anaknya, Maslukah selama ini menjadi tulang punggung keluarga. Penghasilannya bekerja SKT membuka jalan anak-anaknya untuk meraih cita-cita. Pekerjaannya sebagai pelinting di Mojokerto menjadi sumber rezeki bagi kehidupan keluarganya.

Apalagi selama pandemi ini suaminya, Abdul Manan, 41, tak lagi memperoleh penghasilan. Tujuh bulan terakhir ini, usahanya di jasa acara perkawinan tak lagi menuai pendapatan setelah jarang ada acara pernikahan di kampung-kampung karena pandemi.

Maslukah pun menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga, termasuk untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dan terus menebar asap di dapur biar terus mengepul. Apalagi harga-harga kebutuhan pokok selama pandemi ini terus meroket.

“Saya merasa bersyukur sekali masih bisa bekerja. Apalagi kalau melihat kondisi saat ini, banyak orang yang kena PHK karena pandemi Covid-19,” jelasnya.

Satu-satunya kemewahan yang didapatkannya saat ini adalah terus bekerja dan bisa berpenghasilan. Ketika gelombang PHK di berbagai pabrik terus terjadi selama pandemi, Maslukah sempat panik. Ia membayangkan nasib ketiga anaknya nanti ketika dirinya benar-benar terkena PHK. Apalagi tahun ini IHT harus menerima kenyataan dan terpukul setelah kenaikan cukai 23 persen. “Belum lagi ditambah pandemi Covid-19. Tentu saya takut kalau terkena PHK,” jelasnya.

Tahun depan, Maslukah masih mendengar adanya kenaikan cukai tinggi. Kalau itu terjadi maka efek domino bagi para pekerja di IHT sangat berat.

Ia sudah 21 tahun bekerja sebagai pekerja linting di Mojokerto. Selama puluhan tahun itu, anak pertama dari empat bersaudara ini juga bisa menyekolahkan adik-adiknya sampai selesai.

Baca Juga: Tahun ini menjadi tahun berat bagi industri industri rokok

Sebagai anak pertama, Maslukah memiliki kewajiban untuk mengajak adik-adiknya untuk bisa sekolah. Sebuah mandat yang diberikan kedua orang tuanya ketika waktu itu melihat adik-adiknya masih kecil.

Kedua orangtuanya yakni pasangan Abdul Majid dan Misti waktu itu sudah tidak mampu lagi membiayai pendidikan adik-adiknya. “Alhamdulilah ketiga adik-adik saya sudah bisa selesai pendidikannya. Dari penghasilan di SKT ini, mereka kini sudah berkeluarga dan bisa menjalani kehidupan lebih baik,” imbuhnya

Kini, tugas Maslukah selanjutnya adalah mengantarkan anak-anaknya untuk bisa memastikan mereka memperoleh pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Ia ingin anak-anaknya meraih cita-cita yang diinginkan serta memiliki pegangan hidup yang jelas.

“Saya mohon sekali pada Pak Presiden untuk tidak menaikkan lagi cukai tahun depan. Saya ingin terus bekerja di IHT dan tak ingin kena PHK,” tegasnya.

SKT bagi Maslukah menjadi sawah dan ladangnya untuk mencari rejeki. Tiap hari sawah itu disirami untuk bisa memperoleh hasil yang baik. Ketekunan yang dijalaninya beserta ratusan ribu pekerja perempuan di IHT menjadikan harapan untuk bisa hidup lebih baik.

Maslukah sendiri pun akhirnya bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1 jurusan pendidikan dari hasil kerja kerasnya di SKT. “Dulu orangtua saya tak punya uang, jadi setelah lulus sekolah langsung bekerja. Alhamdulillah keinginan untuk bisa sekolah lagi akhirnya terwujud dan sekarang saya sudah lulus dari Universitas Terbuka pada 2013 lalu,” katanya.

Perempuan yang sehari-hari juga menjadi guru ngaji di tempat pendidikan Al Quran (TPA) Puri ini berharap betul “sawah” tempatnya mencari penghasilan tak gulung tikar karena kenaikan cukai SKT. Ia masih memiliki banyak cita-cita beserta anak-anaknya untuk maju dan berkembang dari penghasilannya setiap hari di SKT. (Yoni Iskandar)

Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Pemerintah, Dengarkanlah Keprihatinan Pelinting SKT di Masa Pandemi Covid-19,

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Yudho Winarto
Terbaru