Epidemiolog: Jakarta belum siap melonggarkan PSBB

Kamis, 19 November 2020 | 10:10 WIB Sumber: Kompas.com
Epidemiolog: Jakarta belum siap melonggarkan PSBB

ILUSTRASI. situasi pandemi Covid-19 di Indonesia belum aman untuk dilakukan pelonggaran. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/foc.


VIRUS CORONA - JAKARTA. Saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi diberlakukan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melonggarkan sejumlah ketentuan. Salah satu pelonggaran yang dilakukan adalah menambah kapasitas pengunjung bioskop dari 25% menjadi 50% dan memperbolehkan penyelenggaraan resepsi pernikahan. 

Kendati demikian, Pemprov DKI Jakarta memberikan sejumlah ketentuan. Bagi pengelola gedung yang ingin melangsungkan resepsi, harus mengajukan permohonan kepada Disparekraf DKI Jakarta. Begitu pula dengan resepsi yang dilangsungkan di rumah. Pemilik acara harus mendapatkan izin dari Satgas Covid-19 setempat. 

Sementara itu, Kepala Bidang Industri Disparekraf DKI Jakarta Bambang Ismadi mengatakan, penyajian makanan dan minuman secara prasmanan masih dilarang dalam resepsi di Jakarta. Sebagai gantinya, pemilik acara menggantinya dengan metode melayani tamu untuk mengambil makanan. 

Selain itu, pemberian konsumsi kepada tamu bisa dilakukan dengan menu makanan kemasan seperti nasi dus. Tak hanya itu, Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan aturan protokol kesehatan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara resepsi pernikahan. 

Baca Juga: Kurva meningkat terus, pandemi corona di Indonesia akan berlangsung lama

Namun, menurut Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia belum aman untuk dilakukan pelonggaran. Sebab, pandemi di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, masih belum tertangani dengan baik. Dia mengatakan, untuk pembatasan berupa pelonggaran kapasitas pengunjung bioskop masih bisa diterima. 

Sebab, pengelola bioskop masih bisa mengelola dan melakukan pembatasan terhadap penonton. Dia menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum tepat mengeluarkan kebijakan mengenai pelonggaran PSBB. 

Baca Juga: Selamat! Jawa Barat catat pasien sembuh harian tertinggi

"Sejauh ini saya bisa menerima dengan beberapa catatan. Tapi kalau keramaian yang sifatnya massal itu tidak manageable dalam kondisi saat ini, belumlah belum manageable," ucap Dicky kepada Kompas.com, Minggu (15/11/2020). "Sekarang kalau mau diambil ada pelonggaran bioskop dan segala macam oke lah, karena itu satu situasi yang secara teoritis kita berharap lebih manageable," lanjutnya. 

Dicky menuturkan, pandemi di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa masih belum tertangani dengan baik. Ini terlihat dari persentase kasus positif atau positivity rate yang masih berada di atas 10% selama lebih dari empat bulan. Padahal rekomendasi dari WHO seharusnya di bawah 5%. 

"Jadi kalau di atas 10% udah empat bulan, itu bukan tinggi, itu namanya sangat tinggi. Karena artinya setiap hari kita itu banyak kasus positif di masyarakat yang tidak teridentifikasi karena lemahnya atau rendahnya kapasitas testing," kata Dicky. 

Baca Juga: Epidemiolog: Hingga kini Indonesia belum selesai hadapi gelombang I Covid-19

Indikator pelonggaran Dicky menjabarkan tiga indikator yang harus dipenuhi apabila ingin melakukan pelonggaran. Menurut World Health Organization (WHO), indiakator adanya pelonggaran harus dilakukan jika tren kasus Covid-19 menurun selama dua minggu. Jakarta saat ini masih belum memenuhi kriteria pertama. 

"Menurun, bukan naik turun. Menurun dengan naik turun itu beda. Jakarta itu naik turun, bukan menurun," tutur Dicky. 

Indikator kedua adalah tingkat kasus positif atau positivity rate minimal sebesar 5%. Kondisi ini disebut akan lebih baik jika angkanya di bawah 5%. Tetapi jika melihat tren Covid-19 di Jakarta maupun secara nasional, positivity rate masih di atas 5%. 

Baca Juga: Kapolri: Kerumunan massa tanpa protokol kesehatan menimbulkan keresahan

Indikator terakhir adalah tidak ada kematian. Ketiga indikator itu, sebut Dicky, belum dipenuhi oleh Jakarta. 

"Ini kan dari sisi indikator yang diterapkan secara epidemiologi yang dianut oleh WHO untuk acuan ketika melakukan pelonggaran itu belum terpenuhi. Kan jelas belum terpenuhi, tapi kemudian dilakukan pelonggaran, mbok ya jangan longgar-longgar bangetlah," kata Dicky. 

Kendati demikian, apabila mempertimbangkan sisi ekonomi, maka pelonggaran tersebut bisa dilakukan dengan sejumlah syarat ketat. Untuk pelonggaran acara resepsi, Dicky meragukan penyelenggaraannya. Menurut dia, apabila resepsi pernikahan terpaksa diperbolehkan, maka harus ada batasan serta pengaturan acara. 

"Jadi batasan tetap harus ada, dalam artinya melihat dari kondisi pengendalian pandemi yang belum baik, kemudian seberapa mampu kita me-manage keramaian itu," tutur Dicky. 

Tak hanya itu, tamu juga perlu dibatasi. Menurut dia, untuk acara pernikahan, tamu dengan jumlah 50-100 orang masih dapat ditangani. 

Baca Juga: Jumlah pasien sembuh Covid-19 bertambah 3.241, kontribusi terbanyak dari Jakarta

"Tapi kalau ribuan, ya siapa yang bisa? Kecuali memang sudah terbangun suatu watak budaya disiplin yang ketat seperti Korea Selatan dan Jepang, itu berbeda," kata Dicky. 

Penyelenggara acara juga masih bisa memastikan tamu memakai masker dan melakukan jaga jarak dengan benar. Sedangkan untuk pernikahan yang dilangsungkan di dalam gedung, penyelenggara harus memastikan jika kondisi bangunan sesuai untuk pelaksanaan pencegahan Covid-19. 

Lalu apabila Pemprov DKI bersikeras untuk melakukan pelonggaran resepsi pernikahan, maka izin yang diberikan harus berdasarkan acara. Dia menjelaskan, penyelenggara cara harus mengajukan izin kepada Pemprov atau Satgas setiap akan menyelenggarakan resepsi. 

"Jadi tetap tiap event. Hari ini nikah, izin, terus besok ada yang nikah lagi, ya izin lagi," ujar Dicky.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kala Epidemiolog Nilai Jakarta Belum Siap Longgarkan PSBB..."
Penulis : Rosiana Haryanti
Editor : Irfan Maullana

 

Selanjutnya: Epidemiolog cemas muncul klaster baru Covid-19 pasca penjemputan Rizieq Shihab

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru