Jabodetabek Mulai Kewalahan Menghadapi Covid-19

Sabtu, 05 Februari 2022 | 12:59 WIB Sumber: Kompas.com
Jabodetabek Mulai Kewalahan Menghadapi Covid-19

ILUSTRASI. Petugas kesehatan bersiap melakukan tes usap PCR kepada pengendara mobil saat layanan tanpa turun (drive thru) di Bumame Farmasi, Mal Boxies123, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/2/2022).


COVID-19 - JAKARTA. Kota di wilayah aglomerasi Jabodetabek mulai kewalahan dalam menekan laju penularan Covid-19 yang disebabkan varian baru omicron. Aturan pembatasan yang diterapkan dirasa sudah tak efektif lagi untuk menekan atau bahkan memperlambat laju penularan di masyarakat.  

Di sisi lain, masing-masing daerah tak bisa langsung menerapkan pembatasan yang lebih ketat karena terikat dengan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 2 yang ditetapkan pemerintah pusat. Sejumlah daerah seperti Jakarta dan Depok pun menuntut ada kenaikan status level PPKM. Daerah lain seperti Tangerang, justru terang-terangan melanggar aturan pemerintah pusat agar bisa menerapkan pembatasan yang lebih maksimal. 

Indikator PPKM Menkes dan Mendagri Tak Sinkron 

Wali Kota Depok Mohammad Idris mempersoalkan mengapa wilayahnya ditetapkan masih dalam PPKM Level 2. Sebab, berdasarkan asesmen situasi Covid-19 daerah dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terbaru, Depok berada pada Level 4. 

"Dalam Inmendagri (Instruksi Menteri Dalam Negeri) kemarin kami masih level 2. Tapi sesuai asesmen Kemenkes per 1 Februari sebenarnya Depok sudah level 4 bersama kota Bekasi," kata Idris dikutip dari Kompas TV, Kamis (3/2). Akibat penerapan PPKM Level 2, Depok sempat mengalami kesulitan dalam mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM). 

Baca Juga: Omicron Kian Mengamuk, Korea Selatan & Singapura Catat Rekor Tertinggi Kasus Covid-19

Sebab, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri, daerah PPKM Level 1 dan Level 2 wajib menerapkan PTM 100%. Padahal, lonjakan kasus Covid-19 di Depok sudah cukup tinggi dan banyak sekolah yang menjadi kluster penyebaran kasus Covid. 

Pada Kamis (3/2), tercatat penambahan 1.657 kasus harian Covid-19 dan seorang pasien meninggal dunia. Angka penambagan kasus harian itu jumlahnya hampir mendekati gelombang dua pada Juli 2021 lalu. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi tak membantah ada perbedaan antara hasil asesmen dengan status PPKM yang ditetapkan lewat Inmendagri. Dia beralasan, pihaknya hanya memberikan indikator dalam penentuan level PPKM di daerah. 

"Kemenkes hanya sebagai dari indikator saja," kata Nadia. Dia mengatakan, keputusan final penetapan level PPKM berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) dan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN). 

Baca Juga: Survei: Warga Yakin Jakarta Lebih Baik Setelah Tak Jadi Ibu Kota Negara

Jakarta Minta Pembatasan Lebih Ketat 

DKI Jakarta juga belakangan meminta pemerintah pusat untuk menaikkan level PPKM karena status PPKM level 2 saat ini dirasa tak lagi cukup untuk menahan laju penularan Covid-19. ”Pemprov DKI mengusulkan perlunya kenaikan level PPKM," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria seperti dilansir dari Kompas.id, Jumat (4/2). 

Usul peningkatan PPKM itu tak lain disebabkan karena kasus Covid-19 di ibu kota yang terus menanjak dari waktu ke waktu. Per Jumat kemarin saja, kasus Covid-19 di ibu kota bertambah sebanyak 13.179. Angka tersebut didapatkan berdasarkan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) terhadap 55.471 orang. 

Riza menambahkan, usulan kenaikan level PPKM itu bahkan bukan hanya bagi DKI Jakarta saja. Kota-kota lain di Banten dan Jawa Barat yang berbatasan dengan ibu kota juga diusulkan untuk naik level sehingga tercipta sinergi bersama untuk melawan penularan Covid-19. 

"Nanti lihat ada peningkatan (kasus) di Jawa Barat, Banten, Jakarta. Juga kita lihat daerah-daerah lain saling berinteraksi, saling berhubungan. Untuk itu, perlu dipertimbangkan apakah kita di level 2 atau level 3," ujar Riza. 

Ahmad Riza melanjutkan, dengan penambahan kasus dan usulan menaikkan status PPKM, DKI mengimbangi dengan penyiapan bantuan sosial (bansos) bagi warga yang harus menjalani isolasi mandiri (isoman). ”Kami akan persiapkan bansos untuk isoman, isolasi mandiri, bahkan dapur umum di lima wilayah,” katanya. 

Baca Juga: Ini Arahan dari Kemenkes jika Terinfeksi Varian Omicron dengan Gejala Ringan

Langgar Aturan Pemerintah 

Beda dengan DKI dan Depok yang masih berkoordinasi dengan pemerintah pusat, sejumlah wilayah penyangga ibu kota lain justru langsung menabrak aturan pusat guna menerapkan pembatasan yang lebih ketat.  Ini terlihat dari pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah yang dihentikan total dan diganti dengan skema pembelajaran jarak jauh (PJJ). 

Padahal, pemerintah pusat mewajibkan PTM tetap berlangsung dengan kehadiran minimal 50% siswa di wilayah PPKM level 2. Pemerintah Kota Tangerang secara terang-terangan mengakui telah melanggar SKB 4 Menteri karena menghentikan sementara proses PTM dan menerapkan PJJ sejak 26 Januari 2022. 

Pengakuan itu disampaikan Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Tangerang Jamaluddin. "Iya (tak sesuai SKB 4 Menteri)," kata Jamaluddin melalui sambungan telepon, Rabu (2/2). 

Baca Juga: Indonesia Memasuki Gelombang Ketiga, Kasus Aktif Meroket Tembus 140.000

Namun Pemkot Tangerang beralasan penghentian PTM itu dilakukan demi keselamatan peserta didik dan juga para pengajar, serta mencegah penyebaran Covid-19 yang lebih luas. Pemkot juga beralasan bahwa langkah penghentian PTM itu sudah sesuai instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta pelaksanaan PTM di Banten, Jakarta dan Jawa Barat dievaluasi. 

"Disuruh evaluasi lagi yang PTM, Itu kan instruksi dari Pak Jokowi, dari Presiden. Bagaimana pun lebih tinggi Pak Presiden dari pada Menteri," tegas Jamaludin. 

Sama dengan Pemkot Tangerang, Pemkot Tangerang Selatan, Bekasi dan Bogor juga sudah menghentikan total proses PTM untuk sementara waktu demi mencegah penularan Covid-19. 

Baca Juga: Terus Menanjak, Kasus Covid-19 di Jakarta Bertambah 13.179 dalam Sehari

Epidemilog dari Universitas Indonesia Pandu Riono menilai pemerintah pusat sampai saat ini belum mau meningkatkan status PPKM di wilayah Jabodetabek karena sejumlah faktor, salah satunya terkait kondisi perekonomian.  Pembatasan sosial yang lebih ketat akan membuat kondisi rakyat semakin sulit. 

Di sisi lain, pemerintah juga dia nilai tak lagi mampu untuk memberikan bantuan sosial pada masyarakat yang terdampak pembatasan. "Kecuali kalau semuanya dapat bantuan (boleh saja PPKM diperketat). Sudah tahun kesekian, negara mana punya duit," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/2). 

Pandu juga menilai memperketat pembatasan saat ini sudah sangat terlambat karena penularan di masyarakat sudah terlanjur masif. Oleh karena itu, ia menilai pendekatan yang paling tepat saat ini adalah terus mengebut proses vaksinasi agar penularan tidak berakibat fatal. 

"Kalau yang sudah vaksin tertular kan gejalanya cenderung ringan dan bisa isolasi mandiri di rumah," katanya. Dengan begitu, rumah sakit bisa fokus pada pasien dengan gejala berat seperti lansia atau pemilik penyakit komorbid yang tak bisa divaksinasi. "Saat ini kita tidak perlu panik melihat angka penularan. Yang terpenting adalah bagaimana caranya menekan agar kematian sedikit mungkin," kata dia. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Jabodetabek Mulai Kewalahan, Minta Status PPKM Ditingkatkan hingga Tabrak Aturan.
Penulis: Ihsanuddin

Baca Juga: Tanpa Menunggu Demam, Ini 2 Gejala Awal Varian Omicron yang Sangat Menular

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Wahyu T.Rahmawati
Terbaru