Keramba Jaring Apung menyejahterakan masyarakat Danau Toba

Selasa, 07 Desember 2021 | 06:28 WIB   Reporter: Yudho Winarto
Keramba Jaring Apung menyejahterakan masyarakat Danau Toba

ILUSTRASI. Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba, Sumatera Utara menggerakkan perekonomian daerah dan negara.


Nilai ekonomi itu meliputi benih Rp0,2 triliun, pakan Rp1,3 triliun, hasil produksi ikan Rp2 triliun. Nilai tersebut di luar distribusi logistik, komunikasi, kuliner ikan, dan usaha terkait lainnya.

Baca Juga: Kolaborasi badan usaha milik negara untuk menghijaukan Indonesia

“Perkembangan bisnisnya meningkat setiap tahun 10 persen - 15 persen. Di 2021 turun sedikit karena KJA dikurangi sekitar 500 unit,” kata ujar Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sumatera Utara, Satyagraha dalam keterangannya, Senin (6/12).

Budidaya KJA Toba ikut mendorong tumbuhnya usaha pembenihan di masyarakat. Usaha ini marak di Simalungun, Deli Serdang, dan Samosir dengan kebutuhan benih 10-15 juta ekor/bulan. Bahkan, pembudidaya sampai mendatangkan benih nila dari Sumatera Barat.

Bisnis KJA Toba juga tidak mati kala pandemi. Pangsa pasar turun 10 persen - 30 persen hanya saat pemberlakuan karantina wilayah.

Ketua Asosiasi Keramba Jaring Apung (KJA) Silahisabungan, Rudi H Sidebang mengatakan, Kabupaten Dairi mengalami penurunan di tiga bulan awal pandemi. “Dari situ normal lagi sampai sekarang,” ucapnya. Berkat KJA, Rudi bisa membangun rumah dan menyekolahkan anak-anaknya hingga kuliah.   

Chandra Putra, salah satu pemilik KJA di Haranggaol mengatakan, budidaya perikanan lebih stabil dan tidak terdampak di masa pandemi. Chandra memulai budidaya KJA pada 2011 karena gaji sebagai karyawan swasta tidak mencukupi.

“Ketergantungan terhadap KJA sangat luar biasa. Mata pencarian lain tidak ada karena daerah Haranggaol bertebing-tebing. Sangat makmur (budidaya KJA). Kalau tidak makmur, tidak akan dilanjutkan,” tuturnya.

Karena itu, Chandra menilai penutupan KJA Toba tidak tepat. “Solusi terbaik, pertama diizinkan atau dilegalkan. Masih bisa berkeramba dengan pengurangan yang wajar. Lokasi keramba bisa jadi wisata. Saling menguntungkan pariwisata dengan perikanan,” ulasnya.

Baca Juga: Dorong pemulihan pariwisata Indonesia, Kemenparekraf kolaborasi dengan Airbnb

Rudi mengamini pendapat itu. “Kita dikurangi oke-oke saja tapi jangan sampai nol. Karena orang berwisata kemari, makan ikan. Orang nanti makan ikan dari mana, impor dari daerah lain? KJA bisa jadi kunjungan wisata juga. Kita mau ditata, bentuk kolamnya gimana pun mau, yang penting jangan zero (nol),” serunya.

Ketua Tim Peneliti CARE IPB, M. Parulian Hutagaol menegaskan, industri KJA Toba perlu dipertahankan karena memberikan kontribusi terbesar pada perekonomian Kawasan Danau Toba, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta sebagai pondasi keberagaman basis perekonomian masyarakat Toba.

“Kalau kita mau bangun perekonomian yang tangguh maka basisnya harus beragam industri supaya mampu menyerap guncangan internal dan eksternal,” kata dia.

Keunggulan keragaman industri lainnya, ungkap Parulian, menyerap berbagai keahlian masyarakat sehingga kesempatan kerja dan pendapatan lebih tersebar serta terjadi pemerataan pendapatan.

“Kita tidak mungkin meletakkan perekonomian Danau Toba hanya pada satu industri, tidak mungkin!” ujar Parulian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto

Terbaru