Melihat dampak PSBB Jakarta terhadap ekonomi di Ibu Kota

Sabtu, 12 September 2020 | 16:57 WIB   Reporter: Yusuf Imam Santoso
Melihat dampak PSBB Jakarta terhadap ekonomi di Ibu Kota

ILUSTRASI. JAKARTA,11/09-RENCANA PEMBERLAKUAN PSBB TOTAL- Petugas Satpol PP melakukan penindakan kepada warga yang tidak menggunakan masker di kawasan Tanjung Duren Raya, Jakarta, Jumat (11/09/2020). Kasus virus corona COVID-19 di DKI Jakarta yang semakin tinggi mem


PSBB -  JAKARTA. Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan akan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) di Jakarta mulai awal pekan depan, Senin (14/9). Kebijakan PSBB Jakarta ini tentunya membuat aktivitas ekonomi ibu kota menurun.

Setali tiga uang akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta. Hal ini bisa dilihat dari realisasi pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta pada kuartal II-2020, sebagai periode yang mencerminkan dampak kebijakan PSBB Jakarta pada April-Mei lalu.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta menunjukan, realisasi produk domestik regional bruto (PDRB) ibu kota pada kuartal II-2020 minus 8,22% year on year (yoy). Pencapaian pada April-Juni ini merosot tajam bila dibandingkan dengan Januari-Maret 2020 dengan realisasi sebesar 5,06% yoy.

Ekonomi Jakarta pada kuartal II-2020 lalu pun menjadi yang terendah selama kurun waktu 10 tahun terakhir. Meskipun tidak sedalam saat krisis ekonomi tahun1998.

Baca Juga: Saham-saham yang berpotensi tertekan bila PSBB jilid II diterapkan

Dalam laporan BPS Provinsi DKI Jakarta tersebut menyebutkan, kebijakan PSBB Jakarta sebagai upaya untuk menahan laju penyebaran Covid-19 hampir menghentikan seluruh aktivitas masyarakat dan berdampak demikian besar pada kinerja ekonomi, bahkan merambah hingga kegiatan sosial.

Pariwisata menjadi sektor yang pertama kali terdampak atas kebijakan PSBSB Jakarta tersebut. Hal ini terlihat dari nilai tambah sektor hotel, restoran, transportasi, dan jasa lainnya yang terkontraksi sangat dalam.

Setelah itu diikuti oleh sektor industri pengolahan dan konstruksi yang juga turut mengalami kontraksi. Lebih lanjut, melemahnya kinerja pada sektor-sektor tersebut berimbas pada terkontraksinya kinerja sektor perdagangan. Hal tersebut dikarenakan turunnya permintaan bahan baku dan penolong.

Penurunan kinerja perekonomian tersebut telah melemahkan daya beli masyarakat dan menyebabkan menurunnya konsumsi rumah tangga. BPS menilai, tingkat inflasi yang terkendali dengan baik dak cukup mampu mengimbangi penurunan pendapatan masyarakat, sehingga pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) terkontraksi cukup dalam sebesar minus 5,23% yoy dan dak mampu lagi menjadi penggerak perekonomian Jakarta.

Baca Juga: Jokowi berbeda pendapat dengan Anies Baswedan soal PSBB

Lebih lanjut, BPS mengindikasi, melemahnya agregat permintaan secara total menginspirasi pelaku usaha untuk menunda investasi. Hal ini menyebabkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) terkontraksi dalam sebesar minus 10,36% yoy.

Selain itu, sebagai bagian dari masyarakat global yang terdampak Covid-19, tekanan kepada perekonomian DKI Jakarta juga datang dari luar terkait menurunnya arus barang dan jasa yang keluar masuk Jakarta.

Kendati demikian, kebijakan PSBB Jakarta pekan depan berbeda dengan sebelumnya. Anies Baswedan menyampaikan, masih ada sebelas sektor usaha yang diperbolehkan beroeprasi selama PSBB Jakarta antara lain kesahatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistic, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar dan utilitas publik, serta industri objek vital dan kebutuhan sehari-hari.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai kebijakan memperketat kembali PSBB Jakarta bukan kondisi ideal maupun kondisi yang menyenangkan bagi pelaku usaha.

“Kebijakan Pempov DKI adalah langkah yang amat sangat mematikan kegiatan usaha dan sangat menekan permintaan masyarakat. Sehingga hampir tidak ada driver untuk pelaku usaha menciptakan peningkatan kinerja ekonomi,” kata Wakil Ketua Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani kepada Kontan.co.id, Kamis (10/9).

Kata Shinta, padahal saat ini pelaku usaha sudah mati-matian mempertahankan eksistensi dan kinerja dengan modal semakin menipis. Sementara, stimulus ekonomi akibat pandemi dari pemerintah efeknya masih terlalu minim.

Baca Juga: PSBB Jakarta diperketat lagi, Anies dinilai gagal

Kadin mengkhawatirkan, bila kebijakan PSBB Jakarta ini diberlakukan dalam waktu yang lama, tanpa output pengendalian Covid-19 yang memuaskan, maka dampaknya banyak pelaku usaha sektor riil nasional makin tertekan. Khususnya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan usaha skala menengah, akan mati.  

“Karena tidak sanggup bertahan dan pengangguran, khususnya di sektor informal yang menyerap lebih dari separuh tenaga kerja nasional, akan meningkat lebih cepat,” kata Shinta.

Kendati demikian, Shinta bilang pada saat yang sama pihaknya juga memahami urgensi kebijakan Pemprov DKI Jakarta menerapkan PSBB di Jakarta terhadap pengendalian Covid-19. Oleh karena itu, Kadin berharap kebijakan ini bisa menghasilkan output pengendalian Covid-19 yang efektif dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sehingga tidak berlama-lama PSBB.

Setali tiga uang, Kadin meminta Pemprov DKI juga memastikan pelaksanaan PSBB Jakarta kali ini betul-betul sukses menihilkan penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta sebelum pertengahan kuartal IV-2020. Kalau tidak, proyeksi peningkatan kinerja dunia usaha pada Oktober-Desember nanti akan turun dan kinerja ekonomi nasional 2020 akan lebih pesimistis dari yg sudah diproyeksikan.

“Semakin cepat kita bisa mengendalikan Covid-19 sampai mendekati nol, menghilangkan PSBB dan normalisasi kegiatan ekonomi, pelaku usaha akan semakin mendukung,” ujar Shinta.

 

Selanjutnya: PSBB Jakarta jilid 2 bakal menekan penyaluran KPR meski marak pameran virtual

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Noverius Laoli

Terbaru