Pemda diminta kerja cepat selesaikan masalah sampah melalui PSEl

Selasa, 31 Agustus 2021 | 14:40 WIB   Reporter: Yudho Winarto
Pemda diminta kerja cepat selesaikan masalah sampah melalui PSEl

ILUSTRASI. Foto udara lapisan geomembran menutup hamparan lahan bekas timbunan sampah untuk menghasilkan metana pada PSEL


PEMBANGKIT LISTRIK - JAKARTA. Pemerintah daerah (pemda) dari 12 kota yang tercantum dalam Perpres 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik yang masih banyak belum kerja cepat dalam mengatasi masalah sampah.

Dari catatan pemerintah pusat, beberapa kota, seperti Kota Semarang, Kota Bekasi, dan Kota Makassar masih dalam tahap awal, seperti persiapan proses tender.

Penundaan implementasi PSEL Kota Tangerang yang telah berdampak nyata pada beban tambahan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Tangerang ini, juga menjadi sorotan Pusat. 

Deputi Kemenko Kemaritiman dan Investasi Basilio Dias Araujo menilai kota-kota di Indonesia harus konsisten. “Tidak bisa merubah aturan yang sudah diputuskan secara sepihak, leadership kepala daerah diuji untuk memutuskan kelanjutan proyek. Pesannya, pahami betul skema terbaik dari kerja sama dengan swasta agar hasilnya cepat dan efektif bagi masyarakat,” tegasnya beberapa waktu lalu.

Sudah terbukti bahwa penundaan realisasi proyek seperti ini bukan hanya mengganggu iklim investasi dan terciptanya kesempatan kerja.

Baca Juga: Pemerintah minta 12 wali kota segera bangun PSEL

Alih-alih mendapatkan manfaat, keragu-raguan para Kepala Daerah dalam menyelesaikan masalah sampahnya, namun justru memberikan dampak yang sangat negatif bagi kualitas hidup masyarakat dan terbukti justru merugikan negara. Sampah akan terus timbul, dan yang tidak tertangani akan menjadi beban di kemudian hari.

Basilio kembali menekankan, melalui Perpres 35 Tahun 2018, Presiden Jokowi sejatinya tengah mendorong upaya menyelesaikan kedaruratan pengelolaan sampah dan mencegah permasalahan seperti yang dihadapi oleh Pemkot Tangerang.

Karena itu, pemerintah daerah dan mitra-mitra kerja seharusnya mengikuti arahan Presiden untuk mempercepat penuntasan kedaruratan sampah di kota-kota besar di mana lahan sudah minim dan mahal.

Pandemi Covid-19 selama hampir dua tahun pandemi Covid-19 seharusnya harus dapat menjadi momentum perbaikan kualitas tata kelola sampah di Kota Tangerang. Tidak terhitung keluhan warga sekitar TPA mengeluhkan tumpahan air limbah TPA yang masuk ke rumah mereka atau menggenangi sawah.

Pemkot Tangerang menyatakan telah mengupayakan pembebasan lahan, meskipun tidak dapat dilakukan secara tuntas, anggaran menjadi kendala. Pemkot Tangerang telah memastikan aka nada enam bidang lahan dengan alokasi anggaran sebesar Rp 5 miliar untuk pembebasan tanah, dan sisanya akan diselesaikan bertahap.

Perihal harga, Pemkot Tangerang sudah menetapkan taksiran untuk 6 bidang tanah di RT 05/ RW 04 Kelurahan Kedaung Wetan, Neglasari yang bersentuhan langsung dengan area penampungan sampah, hasilnya bervariasi dari mulai Rp 1,2 - 1,8 juta per meter persegi.

Selain pembebasan lahan, nantinya, warga juga akan mendapatkan tambahan ganti rugi untuk bangunan namun jumlahnya tentu tidak seberapa mengingat kualitas bangunan warga sudah terlanjur rusak akibat limpahan limbah padat dan cair dari TPA Rawakucing, dan banyak juga bangunan semi-permanen.

Baca Juga: Perpres PSEL berpotensi direvisi, daerah bisa kembangkan pellet RDF

Bapak Edi, selaku perwakilan sekaligus pengurus RT 05, Edi juga menjelaskan bahwa warga bukan tak ingin pindah, namun terjepit situasi ekonomi yang mengharuskan mereka tinggal di area TPA Rawakucing. Tempat tinggal baru tidak ada, dan dana ganti rugi juga tidak jelas.

Pada 26 Agustus 2021 yang lalu, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) untuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Herry Tafiyudien menyatakan bahwa ganti rugi disepakati berupa uang, dan telah dilakukan musyawarah kepada para pemilik lahan.

Warga memiliki waktu 14 hari untuk memutuskan menerima atau bisa melakukan penolakan melalui mekanisme pengadilan. Bagi yang setuju, dan menerima nilai yang ditawarkan akan dilakukan proses verifikasi data dan dokumen.

Masalah lingkungan ini timbul akibat terus tertundanya pelaksanaan Proyek PSEL Kota Tangerang yang diharapkan mampu untuk mengendalikan dampak lingkungan dari sampah masyarakat Kota Tangerang.

Melalui upaya revitalisasi TPA dan pemusnahan sampah dengan teknologi PSEL, proyek investasi ini diharapkan dapat mencegah timbulnya kerusakan lingkungan yang lebih parah. Sayangnya, Perjanjian Kerja sama pelaksanaannya sampai hari ini belum juga disepakati antara Pemerintah Kota Tangerang dengan pemenang lelangnya, Konsorsium Oligo.

Dampaknya, upaya perluasan TPA Rawa Kucing seluas 5,2 hektar yang telah dilakukan oleh Kementerian PUPR di tahun 2019 untuk mendukung PSEL dengan anggaran Rp 82,7miliar dengan menjadi sia-sia.

Kini, seluruhnya telah tertimbun sampah dan tidak dapat digunakan lagi. Konsekuensinya, di tahun 2021 ini, Pemerintah Kota Tangerang sudah kembali dihadapkan pada krisis kapasitas TPA, sementara pelaksanaan PSEL masih jauh dari realisasinya.   

Baca Juga: Perpres soal PSEL bakal direvisi, Kemenko Marves: Kontrak proyek tetap dihormati

Saat dihubungi, Konsorsium Oligo menjelaskan bahwa konstruksi PSEL membutuhkan waktu paling tidak 3 tahun untuk persiapan dan pembangunan setelah Kontrak Kerja sama dan Perjanjian Jual Beli Listrik ditandatangani.

Terkait penundaan implementasi, Oligo menyampaikan bahwa Pemerintah Kota Tangerang ingin bersikap hati-hati dalam menyikapi investasi tersebut dengan mempertimbangkan masukkan dari pihak-pihak yang berwenang dari lembaga Pemerintah.

Namun, saat disinggung mengenai dampak yang dirasakan oleh warga, Konsorsium Oligo tidak dapat berbuat banyak karena Perjanjian Kerja sama belum ditandatangani, sehingga dampak yang timbul merupakan wewenang penuh Pemerintah Kota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Yudho Winarto

Terbaru