DKI JAKARTA - JAKARTA. Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melanjutkan pembangunan pulau reklamasi di teluk Jakarta dinilai telah memberikan kepastian hukum.
Apalagi keputusan yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 60 tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur itu sejalan dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang tetap melanjutkan pembangunan pulau C, D, G dan N.
Pengamat Properti Ali Tranghanda dari Indonesia Property Watch mengatakan bahwa keputusan presiden Jokowi yang melegalkan pembangunan pulau reklamasi memberikan kepastian hukum dalam berusaha dan berinvestasi.
Baca Juga: Jokowi restui proyek 4 pulau reklamasi, pengamat: Melegakan pelaku usaha
“Dengan adanya Perpres No 60 Tahun 2020 ini, akhirnya kepastian hukum untuk berusaha atau mengembangkan daerah itu menjadi terjamin, dan berdampak positif pada perekonomian,” kata Ali dalam keterangannya, Minggu (17/5).
Proyek pembangunan pulau reklamasi di teluk Jakarta merupakan produk hukum dari pemerintah. Para investor dan pengembang pun telah mengikuti aturan dan ketentuan yang dipersyaratkan dalam pembangunan proyek ini.
Itu sebabnya, dengan adanya keputusan untuk melanjutkan proyek reklamasi yang sudah diinisiasi sejak tahun 1995 ini, iklim berusaha di Jakarta dan Indonesia menjadi lebih pasti.
Menurut Ali, pulau reklamasi memiliki potensi yang besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Jakarta. Itulah sebabnya pemerintah wajib memastikan setiap kegiatan investasi terjamin, apalagi pengembangan pulau reklamasi merupakan investasi jangka panjang.
“Saya setuju bahwa Perpres ini dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga membantu pemerintah dalam menstabilkan kembali kondisi perekonomian. Hal ini bisa menjadi langkah awal atau fondasi bagi para pengembang untuk bergerak cepat menyelesaikan pembangunan di pulau reklamasi tersebut," imbuhnya.
Setelah terbitnya Perpres 60 tahun 2020 serta keputusan Gubernur Anies tetap melanjutkan proyek reklamasi teluk Jakarta, Ali berharap pemerintah segera menyampaikan master plan dari proyek tersebut yang bisa menjadi acuan bagi pengembang.
Menurutnya, pengembang serta investor butuh detil rencana pembangunan dan tata ruang pulau reklamasi untuk disesuaikan dengan strategi bisnis mereka.
“Lahan besar bisa ditata sebagai suatu kota yang lebih bagus penataan dan pembagiannya. Alokasikan ruang sekitar 20 persen kawasan untuk kelas menengah bawah agar tidak terjadi isu deferensiasi sosial," ujar Ali.
Sebelumnya berdasarkan riset Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Etty Riani produk biota laut di teluk Jakarta sudah tidak layak konsumsi.
Baca Juga: Tanggapan Agung Podomoro setelah Jokowi restui pembangunan 4 pulau reklamasi
Menurut Prof. Etty, daging dari biota air di Teluk Jakarta yang dapat ditolerir untuk dikonsumsi dalam waktu satu minggu per kilogram per bobot orang dewasa (50 kg) dan anak-anak (15 kg) adalah apabila dilihat dari kandungan Hg-nya, hanya boleh dikonsumsi dalam jumlah yang sangat kecil (0,002-0,043 kg).
Bahkan kerang hijau dilihat dari semua logam berat disarankan untuk tidak dikonsumsi. “Oleh karena itu mengonsumsi daging ikan dari Teluk Jakarta, berpotensi terkena penyakit kanker dan penyakit degeneratif non kanker, “ jelasnya.
Karena itu keputusan pemerintah pusat dan DKI Jakarta melanjutkan proyek reklamasi di teluk Jakarta sebenarnya juga sejalan dengan kondisi lingkungan di daerah itu yang sudah tercemar.
Dengan adanya proyek reklamasi diharapkan pengembang dan pengelola kawasan dapat bertanggung jawab dalam memperbaiki kondisi lingkungannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News