Harta karun Kerajaan Sriwijaya bermunculan di lokasi karhutla, ini penjelasannya

Sabtu, 05 Oktober 2019 | 09:00 WIB   Reporter: kompas.com
Harta karun Kerajaan Sriwijaya bermunculan di lokasi karhutla, ini penjelasannya

ILUSTRASI. KABUT ASAP KARHUTLA DI PELALAWAN RIAU


KEBAKARAN LAHAN - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Dusun Serdang, Desa Mara Sungai Jeruju, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, membuat berbagai macam benda, seperti manik-manik bahkan emas, yang diduga berasal dari Kerajaan Sriwijaya bermunculan.

Kemunculan harta karun tersebut akhirnya membuat warga berbondong-bondong untuk melakukan penggalian secara ilegal di lokasi karhutla, mencari barang berharga lainnya tertutama yang terbuat dari emas. Hanya menggali dengan kedalaman sekitar 1 meter, warga sudah bisa menemukan perhiasan berupa cincin yang mengandung emas di lokasi itu.

Arkelog dari Balai Arkeologi Sumatra Selatan Retno Purwanti mengatakan, fenomena perburuan harta karun tersebut telah berlangsung sejak kurun waktu satu bulan terakhir. Berbagai macam benda bersejarah yang selama ini terpendam di dalam lahan gambut muncul ke permukaan karena lokasi tersebut terbakar. 

Baca Juga: Akurasi peta masih jadi hambatan dalam merestorasi lahan gambut  

Lahan gambut pun menjadi tolak ukur peristiwa sejarah yang bisa dirangkai untuk mencari tahu jejak kerajaan Sriwijaya. Semakin dalam gambut maka akan semakin lama pula nilai sejarah benda atau perhiasan yang ditemukan.

"Semua perhiasan yang ditemukan warga tersebut berada di dalam gambut. Artinya, kemungkinan itu peninggalan dari Sriwijaya, tapi perlu penelitian. Masalahnya, barang tersebut telah banyak dijual warga sehingga menyulitkan kami," kata Retno, Jumat (4/10).

Gambut di OKI telah berusia 3.000 tahun

Balai Arkeologi Sumatera Selatan sempat meneliti usia gambut di Kecamatan Air Sugihan, OKI. Hasil penelitian menunjukkan, lahan gambut di sana telah berusia sekitar 3.000 tahun dan merupakan masa Kerajaan Sriwijaya.

Selain di Air Sugihan, penelitian juga berlanjut di Kecamatan Tulung Selapan. Di sana banyak tiang-tiang rumah sekaligus peralatan dapur berupa gerabah dan keramik. Setelah melakukan penanggalan, ternyata kayu tiang rumah di lokasi tersebut telah berdiri pada masa Kerajaan Sriwijaya.

"Kami juga meneliti di Desa Karang Agung OKI. Ternyata, di sana telah ada permukiman pada abad ke-4. Ini dipastikan dari tiang rumah dan gerabah yang ditemukan di sana," kata Kepala Balai Arkelogi Sumsel Budi Wiyana, Jumat (4/10).

Dugaan permukiman warga pada abad ke-4 itupun dikuatkan dengan penemuan tulang hewan serta ikan yang terkubur di bawah tiang rumah.  "Ada tulang ikan hiu sungai dan paus, bahkan rahang babi juga kita temukan. Sehingga disimpulkan Karang Agung merupakan kawasan tua yang ada pada jaman Sriwijaya," ujar Budi.

Baca Juga: Mahathir: Anda bisa menyalahkan Indonesia, tapi mereka akan terus membakar hutan

Pelabuhan perdagangan masa Sriwijaya 

Berdasarkan penelitian yang Balai Arkeologi Sumatra Selatan lakukan, tiga Kecamatan di Kabupaten OKI, yaitu Karang Agung, Selapan dan Cengal, merupakan kawasan permukiman serta pelabuhan pada masa kerajaan Sriwijaya. Sehingga, tiga lokasi itu banyak ditemukan perhiasan, seperti emas, manik-manik maupun logam mulia.

"Kami menemukan kemudi kapal dengan ketebalan 5 sentimeter di situ. Sehingga, dugaan itu adalah pelabuhan perdagangan masa Sriwijaya sangat memungkinkan," ujar Budi.

Menurut Budi, Pulau Maspari yang berdekatan dengan Bangka diduga membuat lokasi Karang Agung menjadi kawasan permukiman penduduk. Alhasil, banyak kapal besar yang bermuara  di lokasi tersebut pada masa jaman kerajaan Sriwijaya. 

"Di sana ada ada perdagangan jarak jauh, penelitian di sana banyak menemukan ketebalan papan perahu 4 cm. Kemungkinan kapalnya lebih besar," ujar Budi.

Baca Juga: Hadapi Karhutla perlu pengawasan kegiatan korporasi dan penegakkan hukum tegas

Harta karun Sriwijaya mulai muncul pada 2015

Harta karun peninggalan Sriwijaya mulai muncul di tiga Kecamatan di Kabupaten OKI yaitu, Karang Agung, Selapan, dan Cengal pada 2015. Pada tahun itu, Sumatra Selatan dilanda kebakaran hebat hingga membuat kabut asap menyebar ke Kota Palembang bahkan ke provinsi tetangga.

Kabupaten OKI merupakan wilayah terbesar yang mengalami kebakaran hutan dan lahan pada tahun itu. "Mulanya warga menemukan perhiasan di lokasi kebakaran. Lalu satu warga ini memberitahukan kepada warga lain sehingga akhirnya menjadi perburuan hingga sekarang," ujar Retno.

Perburuan harta karun di Dusun Serdang, Desa Kuala Sungai Jeruju, Kecamatan Cengal, OKI, membuat jejak masa Kerajaan Sriwijaya terancam hilang  Sebab, harta karun yang warga temukan berupa perhiasan, logam mulia, hingga manik-manik para peniliti perlukan untuk menyusuri jejak Kerajaan Sriwijaya. 

Retno mengatakan, warga yang berburu harta karun di lokasi tersebut didanai oleh cukong yang ingin mendapatkan keuntungan besar, dengan melakukan penggalian secara ilegal. Temuan perhiasan dan barang-barang di tempat itu biasanya akan dijual ke pasar gelap bahkan keluar negeri. 

"Sebenarnya, yang diburu para cukong-cukong itu adalah manik-manik. Karena nilai jualnya bisa sampai puluhan juta," kata Retno.

Baca Juga: BNPB: Penyebab kebakaran hutan dan lahan 99% karena ulah manusia

Balai Arkeologi pun mencoba memberikan pemahaman kepada warga untuk tidak menjual barang temuan itu secara ilegal. Sehingga, jejak kerajaan Sriwijaya bisa ditelusuri di daerah tersebut.

Warga diimbau melapor ke dinas kebudayaan setempat

Budi mengatakan, masyarakat sebetulnya boleh memiliki benda bersejarah atau harta karun yang mereka temukan. Namun, terlebih dahulu harus mereka laporkan kepada dinas kebudayaan setempat.

Jika benda itu warga laporkan, dinas kebudayaan akan mengeluarkan surat kepemilikan atas barang yang mereka pegang. "Jadi sebetulnya, warga boleh memiliki barang bersejarah itu, tapi tetap harus lapor. Setelah itu nanti akan diterbitkan surat kepemilikan. Dijual belikan boleh, tapi jangan dijual keluar negeri," kata Budi.

Baca Juga: Upaya pencegahan lebih efektif atasi masalah kebakaran hutan dan lahan

Budi menerangkan, jika hasil temuan benda bersejarah dijual ke luarg negeri, bisa saja jejak sejarah akan hilang bahkan diklaim oleh negara luar sebagai kebudayaan mereka. "Jadi, sistemnya seperti surat kendaraan motor, kalau dijual nama pemiliknya akan berubah. Itu gratis tidak dikenakan biaya," ujar Budi.

Penulis: Kontributor Palembang, Aji YK Putra

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Harta Karun Kerajaan Sriwijaya Bermunculan di Lokasi Karhutla, Ini Penjelasannya"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru