Ini Penyebab Fenomena Suhu Dingin di Musim Kemarau Menurut BMKG

Minggu, 21 Juli 2024 | 05:52 WIB Sumber: Kompas.com
Ini Penyebab Fenomena Suhu Dingin di Musim Kemarau Menurut BMKG

ILUSTRASI. BMKG menjelaskan, fenomena suhu dingin di sejumlah wilayah Indonesia disebabkan oleh Angin Monsun Australia. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto


BMKG - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, fenomena suhu dingin yang akhir-akhir ini menyelimuti sejumlah wilayah Indonesia disebabkan oleh Angin Monsun Australia yang bertiup menuju Benua Asia melewati wilayah Indonesia. 

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan, fenomena suhu dingin terjadi jelang puncak musim kemarau di Juli-Agustus. Namun, terkadang bisa sampai September 2024. 

"Angin Monsun Australia yang bertiup menuju benua Asia melewati wilayah Indonesia dan perairan Samudra Hindia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih rendah (dingin), angin ini bersifat kering dan sedikit membawa uap air, apalagi pada malam hari di saat suhu mencapai titik minimumnya," ujarnya dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Sabtu (20/7/2024). 

Wilayah yang terdampak suhu dingin 

Lebih lanjut Guswanto mengatakan bahwa suhu dingin dirasakan oleh sejumlah wilayah di Indonesia, terutama wilayah bagian selatan khatulistiwa, seperti: 

- Pulau Jawa 
- Bali 
- Nusa Tenggara Timur 
- Nusa Tenggara Barat 

Baca Juga: Cek Cuaca Hari Ini di Jakarta, Minggu (21/7): Udara Panas Mulai Terasa

Meski demikian, beberapa daerah di Pulau Jawa ini cenderung mengalami suhu dingin dibandingkan wilayah lainnya, meliputi: 

- Pegunungan Bromo (Wilayah Bromo,Tengger, dan Semeru) 
- Pegunungan Sindoro-Sumbing 
- Wonosobo 
- Temanggung 
- Wilayah Lembang Bandung 

"Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung lebih dingin karena tekanan udara dan kelembapan yang lebih rendah. Bahkan pada tanggal 7 Juli 2024 suhu minimum terjadi di Dataran Tinggi Dieng mencapai 1 derajat Celcius pada jam 2 dini hari," ucap dia. 

Selain Monsun Australia, suhu dingin juga disebabkan oleh faktor posisi geografis, topografis, ketinggian wilayah, dan kelembapan udara yang relatif kering. 

"Beberapa hari terakhir ini, cuaca cerah mendominasi hampir di seluruh pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan. Angin dominan dari arah timur hingga tenggara membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia sehingga kurang mendukung proses pertumbuhan awan," jelas Guswanto. 

Tak hanya itu, kondisi tersebut juga menyebabkan langit menjadi cerah sepanjang hari. 

Adapun, kurangnya tutupan awan pada malam hari menyebabkan radiasi panas dari permukaan Bumi terpancar ke atmosfer tanpa ada hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan. 

Baca Juga: Apa Dampak Bibit Siklon Tropis 91W dan 99W Saat Kemarau di Indonesia? Ini Kata BMKG

Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan Bumi. 

Guswanto menyebut, dalam satu pekan ke depan, cuaca cerah dan berawan diprakirakan masih akan mendominasi wilayah Indonesia khususnya bagian selatan. 

Meskipun demikian, potensi hujan dengan intensitas signifikan masih dapat terjadi di beberapa wilayah di Indonesia dalam sepekan ke depan. 

Potensi cuaca ekstrem 

Tak hanya suhu dingin, terdapat pula daerah tekanan rendah di perairan barat Filipina (bibit Siklon Tropis 91W) dan di Laut Filipina sebelah utara Papua (bibit Siklon Tropis 92W).

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani menjelaskan, daerah tekanan rendah itu membentuk daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) memanjang dari Laut Filipina bagian barat, Laut Sulawesi hingga perairan timur Filipina. 

Daerah konvergensi lainnya terpantau di Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara bagian barat, Laut Seram, Laut Arafuru, dan Samudra Pasifik sebelah utara Papua. 

"Kondisi ini mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar daerah tekanan rendah dan di sepanjang daerah yang dilewati konvergensi tersebut," ujarnya. 

Fenomena intrusi udara kering/dry intrusion dari Belahan Bumi Selatan (BBS) melintasi wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku, yang mampu mengangkat uap air basah di depan batas intrusi menjadi lebih hangat dan lembap di Sulawesi bagian tengah, Maluku, dan Pulau Papua. 

Andri menambahkan, peningkatan kecepatan angin hingga mencapai maksimal 25 knot terpantau di Laut Andaman, Laut Cina Selatan, Samudra Hindia sebelah barat daya, hingga selatan Jawa Barat, Laut Jawa bagian tengah dan timur, Laut Flores, Laut Banda, Laut Seram, Laut Halmahera, dan Laut Maluku yang mampu meningkatkan tinggi gelombang di wilayah sekitar perairan tersebut. 

Sedangkan, labilitas lokal kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Papua Tengah, Papua dan Papua Pegunungan.

"Secara umum, kombinasi fenomena-fenomena cuaca tersebut diprakirakan menimbulkan potensi cuaca signifikan dalam periode 20-25 Juli 2024. Di antaranya berupa hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir, dan angin kencang," ujar Andri. 

Potensi hujan lebat dan angin kencang 20-25 Juli 2024 

Berikut daftar wilayah yang berpotensi alami hujan lebat, petir, dan angin kencang pada 20-25 Juli 2024: 

- Sumatera Barat 
- Kalimantan Utara 
- Sulawesi Tenggara 
- Maluku 
- Papua Barat Daya 
- Papua Tengah 
- Papua 
- Pegunungan Papua. 

Selain itu, kata Andri, beberapa wilayah juga berpotensi mengalami angin kencang, meliputi: 

- Banten 
- Jawa Barat 
- Nusa Tenggara Barat (NTB) 
- Nusa Tenggara Timur (NTT) 
- Sulawesi Barat 
- Sulawesi Selatan 
- Sulawesi Tenggara 
- Maluku 
- Papua Barat 
- Papua Tengah. 

"Kepada masyarakat di wilayah tersebut, kami imbau untuk senantiasa waspada dan siap-siaga. Utamanya apabila sedang berkendara ketika angin kencang terjadi karena dapat mengakibatkan baliho dan pohon tumbang atau menerbangkan material-material berbahaya," tambah Andri.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Suhu Dingin Diperkirakan hingga September 2024, Apakah Hanya di Pulau Jawa?"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Terbaru