BMKG - JAKARTA. Fenomena cuaca panas yang terjadi akhir-akhir ini di sejumlah wilayah Indonesia menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bukan gelombang panas atau heatwave.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, berdasarkan karakteristik dan indikator statistik pengamatan suhu yang dilakukan, fenomena cuaca panas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas.
"Namun, khusus di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya," kata Dwikorita melalui keterangan resmi kepada Kompas.com, Rabu (8/5/2024).
Penyebab suhu panas di Indonesia
Menurut Dwikorita, suhu panas dipengaruhi kondisi maritim di sekitar Indonesia yang memiliki iklim laut hangat dan topografi pegunungan yang dapat mengakibatkan naiknya gerakan udara.
Oleh karena itu, hal tersebut dimungkinkan terjadinya penyanggaan atau buffer kenaikan temperatur secara ekstrem dengan terjadi banyak hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik.
"Hal inilah yang menyebabkan tidak terjadinya gelombang panas di wilayah Kepulauan Indonesia," jelas Dwikorita.
Ia juga menjelaskan, suhu panas yang terjadi di Indonesia adalah akibat dari pemanasan permukaan sebagai dampak dari mulai berkurangnya pembentukan awan dan curah hujan.
Pihaknya mengatakan, kondisi cuaca panas merupakan sesuatu yang umum terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau. Hal itu sebagai kombinasi dampak pemanasan permukaan dan kelembapan yang masih relatif tinggi pada periode peralihan ini.
Baca Juga: Awas! Cuaca Panas dan Banjir Mengikis Produksi Pangan
"Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari," terang Dwikorita.
Sementara pada malam hari, kondisi gerah serupa juga dapat terasa jika langit masih tertutup awan dengan suhu udara serta kelembaban udara yang relatif tinggi.
Selanjutnya, udara berangsur-angsur dirasakan mendingin kembali jika hujan sudah mulai turun.
Suhu udara maksimum di Indonesia sentuh 37,8 derajat C
Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menyampaikan, suhu udara maksimum tertinggi di Indonesia selama sepekan terakhir tercatat terjadi di Palu 37,8 derajat Celsius pada 23 April 2024.
Selain itu, suhu udara maksimum di atas 36,5 derajat Celsius juga tercatat di beberapa wilayah lain, yaitu pada 21 April di Medan, Sumatera utara yang mencapai 37,0 derajat Celsius.
Sementara di Saumlaki, Maluku mencapai suhu maksimum sebesar 37,8 derajat Celsius, serta pada 23 April di Palu, Sulawesi Tengah mencapai 36,8 derajat Celsius.
Ardhasena menyampaikan, berdasarkan hasil pantauan jaringan pengamatan BMKG, hingga awal Mei 2024 menunjukkan, baru sebanyak 8 persen wilayah Indonesia (56 Zona Musim atau ZOM) telah memasuki musim kemarau.
Baca Juga: Badan Pangan Nasional: Persediaan Pangan Aman Selama Musim Kemarau
Wilayah yang telah memasuki periode musim kemarau tersebut meliputi:
- Sebagian Aceh
- Sebagian Sumatera Utara
- Riau bagian utara
- Sekitar Pangandaran Jawa Barat
- Sebagian Sulawesi Tengah
- Sebagian Maluku Utara.
Sementara itu, pada periode hingga satu bulan ke depan, terdapat beberapa wilayah yang akan memasuki musim kemarau seperti:
- Sebagian Nusa Tenggara
- Sebagian pulau Jawa
- Sebagian pulau Sumatera
- Sebagian Sulawesi Selatan
- Sebagian Maluku
- Papua bagian timur dan selatan.
"Meskipun demikian, sekitar 76 persen wilayah Indonesia lainnya (530 ZOM) masih berada pada periode musim hujan," imbuhnya.
Baca Juga: Hindari Heat Stroke, Jemaah Haji Disarankan Banyak Minum Air Putih
Gelombang panas melanda Asia
Di sisi lain, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Fachri Radjab menjelaskan bahwa gelombang panas banyak melanda sejumlah negara di Asia.
Misalnya, di Vietnam suhu maksimum dilaporkan terjadi di beberapa bagian utara dan tengah negara tersebut yang mencapai 44 derajat Celsius.
Sementara itu di Filipina, fenomena gelombang panas menyebabkan pemerintah meliburkan sekolah-sekolah.
Fachri menyebut, serangkaian gelombang panas ini diduga disebabkan oleh tiga faktor, yakni:
1. Gerak semu Matahari
Pertama, gerakan semu Matahari pada akhir April dan awal Mei yang berada di atas lintang 10 derajat Lintang Utara yang bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan.
"Hal ini menyebabkan penyinaran matahari sangat terik dan memberikan background kondisi yang panas," ujarnya terpisah.
2. Anomali iklim El Nino
Faktor kedua, gelombang panas di Asia juga dapat dipicu karena adanya anomali iklim El Nino 2023/2024.
Analisis data historis menunjukkan bahwa saat terjadi El Nino, wilayah Asia Tenggara daratan akan mengalami anomali suhu hingga mencapai 2 derajat di atas normal pada periode Maret-April-Mei.
3. Pemanasan global
Adapun faktor ketiga yaitu pengaruh pemanasan global, yang menyebabkan suhu terus meningkat dari tahun ke tahun.
Kombinasi ketiga faktor tersebut menyebabkan suhu udara pada April-Mei ini menjadi sangat ekstrem di wilayah Asia Tenggara.
"Mudah-mudahan situasi tersebut tidak terjadi di Indonesia," jelasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bukan Heatwave, Ini Penyebab Cuaca Panas di Indonesia Akhir-akhir Ini"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News