Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru Wariskan Harta Melimpah untuk Jawa Timur

Rabu, 09 November 2022 | 06:26 WIB   Reporter: Arfyana Citra Rahayu
Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru Wariskan Harta Melimpah untuk Jawa Timur

ILUSTRASI. Proyek pengembangan lapangan unitisasi gas Jambaran Tiung Biru (JTB) oleh PT Pertamina EP Cepu (PEPC) di Bojonegoro, Jawa Timur.


MIGAS - BOJONEGORO. Selain membucahkan gas yang melimpah, Proyek Strategis Nasional (PSN) Jambaran Tiung Biru (JTB) juga mengalirkan berkah bagi Pemerintah maupun masyarakat yang hidup di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

Kehadiran PT Pertamina EP Cepu (PEPC) selaku operator di lapangan gas ini semakin memperkuat fondasi ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan di sekitar wilayah kerjanya.

Kabupaten Bojonegoro disebut-sebut menyimpan kekayaan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang besar dan akan mengantarkannya sebagai kabupaten terkaya se-Indonesia.

Kepala Unit Percepatan Proyek Jambaran Tiung Biru SKK Migas, Waras Budi Santosa  mengemukakan, proyek ini berdiri di satu kabupaten terkaya di Indonesia karena dari dana bagi hasil maupun dari kegiatan hulu migas berkontribusi sangat signifikan ke Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Apalagi saat ini Proyek Jambaran Tiung Biru sudah berjalan dan diharapkan menjadi salah satu penghasil gas terbesar di Jawa Timur bahkan se-Indonesia. Maklum saja, proyek ini  dirancang untuk mengolah produksi 330 Juta Standar Kaki Kubik per Hari/Million Standard Cubic Feet per Day (mmscfd) gas input dengan kapasitas produksi penjualan  gas sebesar 192 mmscfd.

Baca Juga: Tekan Emisi Karbon, Pertamina EP Cepu dan SKK Migas Tanam 3.000 Pohon Tegakan

Adapun umur produksi kapasitas penuh atau plato JTB masih tahan hingga 2035. Artinya, performa semburan gas JTB tetap maksimal sampai 13 tahun ke depan.

Area proyek ini berada di empat lokasi yakni di Kecamatan Gayam, Ngasem, Tambakrejo, dan Purwosari di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.

“Saya melihat lapangan gas ini berpotensi menjadi sentra (hub) pengembangan lapangan gas dari daerah-daerah lain karena masih memiliki lahan kosong yang luas,” jelasnya saat ditemui di Lapangan Gas Jambaran Tiung Biru, Rabu (26/10).

Per Agustus 2022, JTB telah melaksanakan gas in yang merupakan tahap awal pembuktian bahwa peralatan dan instalasi terintegrasi dengan baik.

Setelah gas in berjalan lancar, tahap berikutnya adalah gas on stream yang saat ini sudah mencapai 30 mmscfd dan diharapkan November ini dapat mencapai 60 mmscfd hingga 70 mmscfd. Berikutnya di Desember 2022 ditargetkan gas on stream dapat berjalan hingga 100% atau mencapai 192 mmscfd.

Dari 192 mmscfd gas yang diproduksi di JTB, sebanyak 100 mmscfd sudah mendapatkan perjanjian jual beli gas (PJBG) ke PT PLN dan 72 mmscfd ke industri lainnya di Jawa Timur. Sisanya sebanyak sebanyak 20 mmscfd belum teralokasikan pembelinya.

Rencananya 20 mmscfd gas tersebut akan dialokasikan untuk pabrik Pupuk Kimia Gresik dan masih dalam tahap persetujuan dari Kementerian ESDM.

Waras menjelaskan, selama ini Jawa Timur mengalami kekurangan (shortage) gas. Namun di 2023 kemungkinan besar akan mengalami kelebihan (surplus) gas.

“Nah ini menjadi pekerjaan kami dan Kementerian ESDM bagaimana untuk mengoptimalisasi pemanfaatan gas,” jelasnya.  

Baca Juga: Proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) Alirkan Gas Perdana

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan bahwa kehadiran proyek gas JTB tidak hanya memberikan kontribusi pada peningkatan produksi migas nasional, namun menciptakan pula multiplier effect.

Proyek gas JTB telah turut menggerakan industri penunjang nasional maupun pengusaha lokal serta perekonomian masyarakat di sekitar proyek sehingga keberadaan proyek JTB sangat dirasakan bagi upaya peningkatan kapasitas nasional dukungan berkembangnya ekonomi disekitar proyek.

“Aspek positif lain dari keberhasilan proyek ini adalah terpenuhinya kebutuhan energi kawasan dan ketersediaan bahan baku industri untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," ujar Dwi.

Lebih lanjut Dwi menyampaikan bahwa proyek gas JTB akan memberikan ketersediaan gas di Pulau Jawa yang besar sehingga dapat mendorong peningkatan perekonomian baik secara regional maupun nasional.

Seiring dengan pembangunan pipa gas Semarang – Cirebon maka jalur distribusi gas akan terintegrasi sehingga pasokan gas dari JTB nantinya tidak hanya dimanfaatkan oleh sektor indsutri di Jawa Timur dan Jawa Tengah melalui jalur transportasi gas pipa Gresik-Semarang yang sudah siap, namun berperan pula bagi pemenuhan kebutuhan gas hingga Jawa Barat.

Wamen BUMN 1 Pahala Mansury menambahkan, proyek JTB ini strategis bukan hanya pada sektor energi, namun juga untuk sektor pangan karena memiliki peran strategis untuk industri pupuk.

“Jumlah industri di Pulau Jawa mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Khususnya dengan pengembangan kawasan industri di jalur utara pulau Jawa. Terlebih, saat ini pipa Gresik – Semarang (Gresem) juga sudah siap,” terangnya.

Baca Juga: Rekind Capai Milestone Penting Gas-In di Proyek Jambaran Tiung Biru

Proyek JTB selama pengerjaannya secara keseluruhan telah menyerap hampir 5.000  tenaga kerja lokal. Puncak tertinggi penyerapan tersebut terjadi pada bulan April 2021 lalu.

Kini, seiring dengan menurunnya jumlah pekerjaan di proyek, secara bertahap kebutuhan tenaga kerja juga mulai berkurang.

Komisi VII Nasril Bahar menyatakan, proyek ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat Bojonegoro dan Jawa Timur lainnya sekaligus Jawa Tengah.

Lewat pemenuhan energi dari JTB akan berdampak pada pergerakan ekonomi sekaligus  memberikan pemasukan bagi negara melalui penjualan gasnya.

"Sehingga JTB akan menjadi tumpuan penting dalam pemenuhan energi nasional," kata Nasril.  

Selama beroperasi, JTB menghasilkan emisi yang sangat besar dari limbah hydrogen sulfida (H2S) dan 100 juta ton emisi karbon dioksida (CO2) perharinya. Namun, Pertamina EP Cepu dan SKK Migas mendorong pemangkasan emisi karbon melalui berbagai cara.

Khusus untuk limbah H2S ini sudah diproses menjadi asam sulfat dan gypsum yang sudah dikomersilkan. Jadi limbah H2S ini sudah tidak ada lagi.

Salah satu ‘pekerjaan rumah’ terbesar SKK Migas di proyek ini ialah mengelola emisi karbon dioksida. Dari 315 mmscfd hingga 330 mmscfd raw gas yang diproduksi JTB menghasilkan hampir 100 juta ton emisi karbon setiap hari.

Untuk mengurangi intensitas emisi dari kegiatan operasi, PEPC melakukan pembakaran sempurna pada emisi, baru kemudian dilepas (venting). Jadi bukan CO2 polos langsung dibuang ke udara karena itu sangat mencemari, tapi yang dibuang adalah CO2 yang sudah dipanaskan.

Namun cara tersebut belumlah cukup. SKK Migas berencana untuk menggunakan karbon dioksida dari lapangan JTB dan Banyu Urip menjadi injeksi Enhanced Oil Recovery (EOR) yang rencananya akan dimanfaatkan di lapangan Sukowati. Adapun rencana tersebut masih dalam tahap studi.

Sederhanya EOR dimengerti sebagai suatu metode yang digunakan untuk meningkatkan cadangan minyak pada suatu sumur dengan cara mengangkat volume minyak yang sebelumnya tidak dapat diproduksi.

Baca Juga: Menteri ESDM Minta Proyek Jambaran Tiung Biru Segera Menyalurkan Gas

Injeksi karbon dioksida untuk EOR (CO2-EOR) merupakan metode yang paling populer. Gas yang diinjeksikan ke dalam sumur ini akan mendorong minyak melalui reservoir atau akan ikut larut di dalam minyak sehingga menurunkan viskositas dan meningkatkan aliran minyak tersebut.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral  (ESDM), Tutuka Ariadji menyampaikan lapangan Sukowati merupakan kandidat terbaik untuk pilot injeksi CO2 karena tekanannya lebih tinggi.

Tutuka mencontohkan di kawasan Asia Tenggara, injeksi CO2 juga dilakukan di Rang Dong - Vietnam dan cukup berhasil. Peningkatan produksi yang diperoleh sekitar 1,5 kali.

Sebagai informasi, rencana injeksi karbon dioksida dari JTB ke Sukowati sudah ada di dalam peta jalan (roadmap) yang masuk dalam target SKK Migas untuk mencapai 1 juta barrel minyak perhari dan gas 12 BCFD di 2030 mendatang.

Diharapkan tahap studi sub surface akan rampung di Desember 2022. Setelah studi sub surface, proses selanjutnya adalah tahap field trial, kemudian pilot project, lalu akan masuk pada proses pengajuan Plan of Development (PoD).

Baru setelah ada PoD akan dilakukan Final Investment Decision (FID), kemudian procurement, baru setelah itu proses dapat berjalan.

SKK Migas merencanakan target on stream injeksi karbon dioksida ke Sukowati terlaksana pada 2026-2027. Program ini masuk di dalam peta jalan untuk menciptakan area JTB maupun pengembangan lapangan gas lain nol emisi.

Kehadiran proyek gas jumbo ini juga turut mengucurkan keberkahan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Sudah banyak kegiatan tanggung jawab sosial yang dilaksanakan Pertamina EP Cepu di sejumlah desa di Bojonegoro.

Menelurkan Pundi-Pundi Rezeki untuk Masa Depan

Kontan juga berkesempatan mendatangi kandang ayam hasil program budidaya PEPC dengan Asosiasi untuk Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Ademos) di Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro. Baru saja turun dari mobil, kami sudah disambut ramai suara kokok ribuan ayam.  

Dua kandang yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) Dolokgede Bumi Makmur ini berdiri di atas hamparan kebun jagung yang luas.

Awalnya saya cukup ragu untuk dekat-dekat dengan kandang karena khawatir mencium bau tidak sedap. Tetapi ketika saya berjalan mendekati kandang bahkan hingga masuk ke dalamnya, saya cukup terkejut karena tidak tercium bau apa-apa.

Baca Juga: Masuk Skala Prioritas, Begini Progres Proyek Gas Jambaran Tiung Biru

Sekretaris Ademos A Shodiqurrosyad menjelaskan, dengan bangga bahwa ada sistem tertentu yang membuat kandang ayam tidak menimbulkan bau. Dia bilang ini merupakan inovasi yang menjadi daya tarik bagi masyarakat dan lembaga lainnya untuk mengembangkan budidaya ayam dengan cara yang sama.

“Program budidaya ayam petelur kita ini produktivitasnya mencapai 80%-85% padahal sebagian komponen pakan disiapkan secara mandiri. Selain itu kandangnya juga bersih dan tidak ada bau,” ujarnya.

Awalnya, Pertamina EP Cepu memberikan dukungan kepada BUMNDes berupa kandang dan 1.500 ayam petelur. Setelah lebih dua tahun berjalan, ternyata penjualan telur BUMDes Dolokgede moncer.

Alhasil, keuntungan itu diputar kembali untuk modal menambah ayam. Saat ini BUMDes Dolokgede sudah mengembangbiakkan hingga 3.000 ayam petelur.

Dari 3.000 ayam tersebut dapat memproduksi 2.400 telur hingga 2.550 telur perhari atau setara 150 kilogram hingga 159 kilogram telur per hari.

Menurut perhitungan Kontan, jika hasil produksi dikalikan dengan harga rata-rata telur di Jawa Timur (8/11) yang berada di kisaran Rp 25.000 per kilogram, maka potensi pendapatan yang didapatkan BUMDes Dolokgede senilai Rp 3,75 juta hingga Rp 3,97 juta dalam satu hari. Dalam satu bulan mereka berpotensi meraih pendapatan ratusan juta.

Baca Juga: Sumber Daya Migas Melimpah, SKK Migas: Bojonegoro Bisa Jadi Kabupaten Terkaya di RI

Selain mendapatkan keuntungan untuk pengembangan desa, Arsyad menuturkan, diharapkan dengan program ini dapat memenuhi kebutuhan telur di Bojonegoro. Pasalnya, selama ini kebutuhan telur masih banyak dipasok dari daerah lain yang lokasinya jauh, misalnya saja dari Blitar dan Magetan.

Nah dengan adanya program budidaya ayam petelur yang sudah berkembang saat ini dan telah ditetapkan sebagai Program Strategis Pengentas Kemiskinan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, diharapkan kebutuhan telur untuk wilayahnya sendiri bisa sebagian besar dipenuhi secara mandiri.

Secara umum, hingga pertengahan 2022 sudah terdapat 4 BUMDes mitra binaan Pertamina EP Cepu yang berhasil memproduksi 165 ton telur per tahunnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 4 Tampilkan Semua
Editor: Yudho Winarto

Terbaru