DKI JAKARTA - JAKARTA. Setelah Gubernur DKI Jakarta mengirim surat kepada Michael Bloomberg, terungkap rincian aliran dana entitas milik miliuner asal Amerika Serikat ini.
Vital Strategies, entitas bisnis dari The International Union Against Tubercolusis and Lung Disease (The Union), salah satu penerima dana terbesar Bloomberg Philanthropies untuk gerakan anti tembakau mengaku memberikan dana ke sejumlah pemerintah daerah di Indonesia, termasuk DKI Jakarta.
Sokongan dana tersebut disebut sebagai kontribusi Vital Strategies untuk mendorong terbentuknya regulasi larangan promosi rokok. Hal tersebut terungkap dari dokumen pajak (Form 990) Vital Strategies kepada Internal Revenue Service (IRS) yang merupakan otoritas pajak di Amerika Serikat.
Dalam Form 990 tahun 2017, Vital Strategies mengklaim regulasi terkait larangan promosi dan iklan rokok di Jakarta dan Bogor merupakan hasil kerja mereka bersama pemerintah daerah setempat.
Baca Juga: Serikat pekerja rokok duga LSM asing danai gerakan anti tembakau
“Pencapaian Program: Di Indonesia, revisi UU Penyiaran akan mengatur larangan promosi dan iklan rokok kini telah dibahas oleh DPR. Jakarta telah memenuhi 95% larangan promosi dan iklan rokok, sementara Bogor menjadi kota pertama di Indonesia yang telah mengimplementasikan larangan memajang kemasan rokok di tempat penjualan,” sebagaimana laporan Vital Strategies kepada IRS.
Larangan promosi rokok merupakan bagian dari program pengendalian tembakau The Union yang didukung oleh Bloomberg Philanthropies. Total dana yang dikucurkan untuk program ini senilai US$ 18,60 juta, di mana US$ 13,19 juta diberikan dalam bentuk hibah di sepuluh negara, termasuk Indonesia untuk memengaruhi kebijakan terkait larangan promosi dan iklan rokok.
“Strategi pengendalian tembakau kami telah memengaruhi kebijakan di sepuluh negara, dan kami juga telah membangun dukungan publik yang lebih kuat untuk strategi intervensi baru kami,” sambung mereka.
Intervensi Bloomberg Philanthropies terhadap industri hasil tembakau nasional kembali jadi perbincangan setelah beredarnya surat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kepada Michael Bloomberg tertanggal 4 Juli 2019. Surat tersebut berisikan ucapan terima kasih Anies atas kerja sama dengan Bloomberg Philanthropies yang selama ini dijalin, sekaligus capaian-capaian Pemda DKI dalam memerangi rokok, misalnya telah 100% melarang reklame rokok di luar ruang.
Baca Juga: Pemerintah diminta tidak berat sebelah berkaitan regulasi IHT
Dalam suratnya, Anies juga turut menjelaskan target-targetnya untuk memenuhi 90% tingkat kepatuhan kawasan tanpa rokok sampai membentuk kerangka regulasi soal larangan iklan dan larangan pajang bungkus rokok. Soal terakhir direalisasikan Anies dengan menerbitkan Seruan Gubernur 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Tanpa Rokok yang melarang penjual rokok (minimarket, warung, dsb) memajang bungkus rokok pada etalasenya.
Menyikapi hal ini, pengamat kebijakan publik Dedek Prayudi menduga Sergub 8/2021 merupakan aksi cepat untuk mendapatkan dana hibah, alih-alih mengurangi prevalensi merokok. Sebab menurutnya, menutup bungkus rokok di etalase minimarket, atau warung bukan cara yang efektif.
Dedek juga mempertanyakan pertimbangan Anies meneken Sergub tersebut. Menurutnya, jika merujuk kebijakan serupa di negara lain, sebelum menutup etalase rokok, sudah ada mekanisme pemeriksaan identitas (ID Checking) yang jauh lebih efektif membatasi pembelian rokok, atau mencegah anak di bawah umur untuk membeli rokok.
“Sehingga saya menduga apa yang dilakukan Anies ini tidak lebih dari gimmick saja untuk dapat quick sponsorship dana dengan mudah. Karena penutupan pajangan lebih mudah dilakukan dan dilihat publik dibandingkan pemeriksaan identitas,” jelasnya.
Soal dugaan kucuran dana, Dedek mendesak Anies dan Pemda DKI Jakarta memberi penjelasan. Sebab menurutnya Pemda tak bisa sembarangan menerima dana dari asing, baik berupa pinjaman maupun hibah. Beberapa regulasi disebut Dedek telah mengatur mekanisme pemberian hibah asing ke Pemda dengan sejumlah syarat dan ketentuan. Dana seharusnya diterima dan disalurkan oleh kementerian terkait kepada Pemda, serta telah disetujui oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.
Baca Juga: Ditjen Bea Cukai sebut tren peredaran rokok ilegal terus menurun
“Pemda DKI harus dapat menjelaskan hal ini, apakah sudah memenuhi ketentuan hibah, kalau tidak berarti dana yang diterima ilegal. Ketentuan dana hibah ini diatur sedemikian rupa agar asing tidak sembarangan ke daerah, kalau sembarangan daerah bisa dikendalikan asing,” sambungnya.
Terpisah, Peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) Gurnadi Ridwan turut menyepakati bahwa ada ketentuan yang harus dipenuhi oleh Pemda dalam menerima dana asing. Apalagi menurutnya, pengawasan legislatif di daerah tak seketat di tingkat nasional.
“Kalau di DPR pengawasan terhadap dana masuk ke pemerintah pusat cukup ketat. Berbeda dengan di daerah, DPRD kurang aksinya dalam rangka mengawasi hal ini, sehingga dana-dana dari asing relatif lebih mudah masuk ke daerah,” terangnya.
Selanjutnya: Seruan Anies soal reklame rokok dinilai mengabaikan pemulihan ekonomi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News