KONTAN.CO.ID - Wilayah selatan Pulau Jawa berpotensi diguncang gempa dahsyat akibat aktivitas kegempaan di zona megathrust.
Adapun megathrust adalah jenis patahan besar yang berada di zona subduksi, tempat lempeng tektonik yang lebih padat bergerak ke bawah lempeng yang lebih ringan.
Pergerakan tersebut menimbulkan tekanan yang bisa memicu gempa bermagnitudo tinggi ketika tekanan tiba-tiba dilepaskan.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, potensi gempa megathrust di selatan Jawa dapat mencapai magnitudo 8,8 dan berisiko memicu tsunami besar.
Dwikorita menambahkan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya kawasan pesisir selatan, memang memiliki tingkat aktivitas seismik yang cukup tinggi.
Dalam kurun sepuluh tahun terakhir, tercatat 114 gempa bumi dengan magnitudo di atas 5. BMKG juga mencatat dua gempa bersifat merusak dan 44 guncangan yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Ancaman ini nyata dan bisa terjadi tiba-tiba. Karena itu, kesiapsiagaan harus terus diperkuat,” kata Dwikorita dalam pembukaan Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG) di Kulon Progo, dikutip dari laman resmi BMKG, Rabu (24/9/2025).
Baca Juga: Gempa Magnitudo 5,7 SR Guncang Banyuwangi, BMKG Sebut Tak Berpotensi Tsunami
Jejak tsunami raksasa di selatan Jawa
Potensi gempa dan tsunami di selatan Jawa bukan sekadar peringatan, melainkan pernah terjadi ribuan tahun silam. Hal ini terungkap dari riset paleotsunami yang dilakukan tim Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) yang dipaparkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) lewat laman resminya pada Selasa (5/8/2025).
Peneliti Ahli Madya PRKG BRIN Purna Sulastya Putra menjelaskan, paleotsunami adalah kajian ilmiah untuk mengenali kejadian tsunami purba yang tidak tercatat dalam sejarah manusia.
Riset tersebut dinilai penting karena wilayah selatan Jawa terus berkembang dengan pembangunan infrastruktur strategis. Namun, ancaman tsunami raksasa yang berulang justru belum sepenuhnya dipahami dan diantisipasi.
Purna mengatakan, salah satu hal yang ditemukan BRIN adalah lapisan sedimen tsunami purba dengan umur sekitar 1.800 tahun. Lapisan tersebut ditemukan di beberapa titik di sepanjang selatan Jawa, di antaranya Lebak, Pangandaran, dan Kulon Progo.
Menurut Purna, lapisan sedimen tsunami purba merupakan dampak tsunami raksasa yang dipicu gempa megathrust dengan kekuatan M 9,0 atau lebih.
Dugaan tersebut didasarkan pada penyebaran lapisan sedimen tsunami purba yang meluas di banyak lokasi di selatan Jawa.
“Ini bukan satu-satunya. Jejak tsunami raksasa lainnya ditemukan berumur sekitar 3.000 tahun lalu, 1.000 tahun lalu, dan 400 tahun lalu,” ujar Purna.
Purna menambahkan, riset paleotsunami yang dilakukan BRIN didasarkan pada pengamatan lapangan, termasuk di laguna dan rawa.
Hasil riset menunjukkan, sedimen laut yang terbawa gelombang tsunami ternyata lebih mudah diidentifikasi dan menjadi awet di lingkungan tersebut.
Baca Juga: Benarkah Indonesia Sudah Masuk Musim Hujan? Begini Penjelasan BMKG
Tim riset juga melakukan pembuktian terkait temuan lapisan sedimen tsunami purba dengan uji mikrofauna, kandungan unsur kimia, termasuk pentarikhan umur radiokarbon.
Namun, tim riset menemukan tantangan karena tidak semua lapisan sedimen tsunami purba bisa bertahan utuh dan awet dalam kondisi yang baik.
Tantangan lainnya adalah membedakan lapisan sedimen tsunami purba dengan sedimen akibat proses-proses lain, seperti banjir atau badai.
Oleh sebab itu, tim riset melakukan pengujian untuk membuktikan lapisan sedimen tsunami purba dengan penuh kehati-hatian.
Purna menambahkan, dari lapisan sedimen tsunami purba, temuan ini menunjukkan bahwa tsunami raksasa di selatan Jawa bersifat berulang. Tsunami bisa terjadi secara berulang dengan siklus sekitar 600–800 tahun.
“Ini artinya, bukan soal apakah tsunami besar akan terjadi, tapi kapan,” kata Purna.
BRIN soroti pembangunan infrastruktur di selatan Jawa Purna menuturkan, potensi gempa besar di masa mendatang menjadi ancaman serius mengingat jumlah penduduk di pesisir selatan Jawa diprediksi mencapai 30 juta jiwa pada 2030.
Baca Juga: Kapan Puncak Musim Hujan 2025/2026? Ini Jawaban BMKG
BRIN juga menyoroti pembangunan infrastruktur di selatan Jawa, seperti bandara, pelabuhan, dan kawasan industri, karena belum terintegrasi dengan risiko tsunami secara penuh.
Padahal, kehadiran infrastruktur-infrastruktur tersebut membuat kawasan di sekitarnya ikut berkembang dengan kemunculan hotel, restoran, dan destinasi wisata.
Purna khawatir jika infrastruktur yang sudah dibangun tidak dirancang dengan mempertimbangkan sejarah bencana, dampak yang akan dirasakan sangat besar, baik korban jiwa maupun kerugian ekonomi.
“Peningkatan aktivitas ini, meski memberikan dampak positif dari sisi ekonomi, juga secara tidak langsung menambah kerentanan wilayah terhadap potensi bencana tsunami,” tandas Purna.
Karena alasan itulah, ia meminta pemerintah daerah sebaiknya mulai memanfaatkan data yang sudah diberikan BRIN untuk menyusun rencana pembangunan yang berwawasan risiko.
Pemerintah daerah juga diharapkan serta melakukan sosialisasi rutin ke masyarakat.
Di sisi lain, BRIN mendorong supaya edukasi kebencanaan berbasis riset dapat dimasukkan di lingkup sekolah, media massa, hingga komunitas lokal.
Tonton: BMKG: Aphelion Picu Penurunan Suhu Bumi, Tapi Tidak Menimbulkan Gangguan Kesehatan
Purna juga memberikan imbauan supaya masyarakat selalu mewaspadai dan mengikuti arahan dari pemangku kepentingan di daerahnya.
“Kalau terjadi gempa kuat di dekat pantai, jangan tunggu sirine atau pemberitahuan. Segera evakuasi ke tempat yang lebih tinggi. Alam sering memberi sinyal pertama, dan kesiapsiagaan adalah kunci keselamatan,” imbuh Purna.
“Tsunami mungkin tak bisa dicegah, tapi korban jiwa dan kerugian bisa kita minimalisir dengan pengetahuan dan kesiapan,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BMKG Ingatkan Potensi Gempa Megathrust M 8,8 di Selatan Jawa, Bisa Picu Tsunami Besar"
Selanjutnya: Garuda Indonesia (GIAA) Ingin Terbang Lebih Tinggi
Menarik Dibaca: Layar iPhone 13 Pro Max Dukung Refresh Rate Tinggi, Menawarkan Visual yang Keren
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News