Gubernur NTT Viktor Laiskodat diadukan ke Ombudsman oleh investor Pantai Pede

Rabu, 08 April 2020 | 16:34 WIB   Reporter: Yudho Winarto
Gubernur NTT Viktor Laiskodat diadukan ke Ombudsman oleh investor Pantai Pede

ILUSTRASI. Gedung dan kantor ombudsman republik indonesia (ORI) HR Rasuna Said Jakarta Selatan. Suasana jalan raya hr Rasuna Said.Pho KONTAN/Achmad Fazuie 20/1/2015


INDUSTRI PARIWISATA - JAKARTA. PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) selaku mitra kerja sama pembangunan dan pengelolaan bangunan hotel di Pantai Pede, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan Gubernur Pemerintah Provinsi NTT, Viktor Laiskodat, kepada Ombudsman RI sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja sama secara sepihak, Rabu (8/4).

Pengaduan tersebut disampaikan oleh Kuasa Hukum PT SIM, Khresna Guntarto dan pengaduannya diterima di bagian pengaduan Ombudsman RI. Selanjutnya sesuai Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Ombudsman RI Nomor: 002 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan akan dilakukan pemeriksaan syarat formil pengaduan, sebelum dilakukannya pemeriksaan terhadap Pelapor dan Terlapor.

Pemutusan kerja sama itu diduga sarat maladministrasi dan tidak manusiawi, karena dilakukan di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat mewabahnya penyakit virus corona 2019 (COVID-19).

Baca Juga: Belum berlistrik, Pemerintah kejar elektrifikasi 433 desa di wilayah timur

Keputusan Pemerintah Provinsi NTT juga kontradiktif dengan kebijakan relaksasi, stimulus dan insentif yang disampaikan Pemerintah Pusat untuk bidang perekonomian guna mengatasi wabah.

Mewabahnya COVID-19 telah mengakibatkan resesi ekonomi dalam skala yang masif dan sektor pariwisata merupakan salah satu bidang yang paling terdampak.

Mengutip keterangan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) per tanggal 01 April 2020 sudah 1.139 hotel telah menutup sementara kegiatannya.

“Ibarat peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. PT SIM, yang mati-matian sedang mempertahankan usaha perhotelan dalam kondisi saat ini, menjadi dipaksa untuk gulung tikar akibat desakan Pemerintah Provinsi NTT kepada PT SIM untuk menyerahkan bangunan dan meninggalkan lokasi Pantai Pede,” kata Khresna dalam keterangan resminya.

Keputusan Pemerintah Provinsi NTT kepada PT.SIM dilakukan berdasarkan Surat Sekretariat Daerah Pemprov NTT Nomor: BU.030/60/BPAD/2020 tanggal 31 Maret 2020, perihal: “Pemutusan Hubungan Kerja”, kemudian perintah pengosongan dilakukan berdasarkan Surat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor: BU.030/61/BPAD/2020 tanggal 01 April 2020, perihal: Surat Peringatan Pertama (SP-1).

PT SIM menolak pemutusan secara sepihak dan keberatan untuk menyerahkan bangunan. Sebab, surat pemutusan kerja sama tersebut didasarkan pada fitnah yang bertentangan dengan fakta sesungguhnya.

Baca Juga: Pandemi corona menghambat tambahan penyalur program BBM Satu Harga

PT SIM tidak pernah terlambat atau menunggak pembayaran biaya kontribusi tahunan pada 2015/2017 sebagaimana dituduhkan dalam surat pemutusan hubungan kerja.

PT SIM selalu membayar biaya kontribusi tahunan sesuai Perjanjian Kerja Sama yang telah disepakati mulai dari tahun 2017 s/d 2019, serta terus berkomitmen untuk membayar kontribusi tahunan dan pembagian hasil sebesar 10% di tahun ke-10.

Pembayaran kontribusi baru dilakukan sejak 2017 karena tahun 2014 s/d 2016 adalah masa konstruksi yang belum dikenakan kewajiban membayar kontribusi.

Oleh sebab itu, alasan pemutusan kerja sama tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur Pasal 236 Ayat (2) Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Kesewenang-wenangan Pemerintah Provinsi NTT semakin terlihat jelas dengan mengabaikan tata cara pengakhiran perjanjian yang diatur di dalam Pasal 237 Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

Pemutusan hubungan kerja dilakukan dengan jalan pintas tanpa didahului peringatan yang harus dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan masing-masing peringatan memiliki jangka waktu 30 (tiga puluh hari) kalender.

“Tindakan Gubernur Pemerintah Provinsi NTT mengakibatkan rasa tidak aman dan rasa tidak nyaman bagi PT SIM dalam menjalankan investasi di bidang kepariwisataan di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, lalu menimbulkan keragu-raguan serta tidak adanya kepastian hukum bagi PT. SIM ataupun investor lainnya,” jelasnya.

Baca Juga: Tingkatkan Literasi & Inklusi Keuangan di NTT, KLIK KAMI Dukung Usaha AFPI Bareng OJK

PT SIM merupakan mitra kerja sama dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur cq. Gubernur Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Perjanjian Kerjasama No.HK.530 Tahun 2014-No.04/SIM/Dirut/V/14 tanggal 23 Mei 2014 ("PKS tanggal 23 Mei 2014").

Kerja sama tersebut memiliki jangka waktu 25 tahun terhitung sejak tanggal beroperasi dan memiliki besaran kontribusi yang telah ditetapkan berdasarkan penelaahan, penelitian dan penilaian oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sebagai informasi, selain pengaduan kepada Ombudsman RI, PT SIM juga mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri RI selaku pengawas jalannya pemerintahan daerah. Permohonan perlindungan hukum disampaikan pada hari yang sama dengan pengaduan ke Ombudsman RI.

PT SIM memohon kepada Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri RI dapat memerintahkan atau mengingatkan Pemerintah Provinsi NTT agar bijaksana dan manusiawi terhadap para mitra kerja sama ataupun para pelaku usaha di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Baca Juga: Jumlah korban meninggal akibat demam berdarah di NTT terus meningkat

“PT SIM juga mengharapkan agar terwujud penyelesaian yang terbaik atas persoalan pemutusan hubungan kerja yang terjadi, dengan tetap memperhatikan situasi nasional dan internasional saat ini yang sedang menghadapi persoalan wabah penyakit COVID-19,” ujarnya.

Dalam somasi Pemprov NTT tertanggal 16 Maret yang ditandatangani Sekretaris Daerah Benedektus Polo Maing disebutkan kasus ini bermula belum membayarnya kontribusi selama tiga tahun berturut-turut sejak 2015 hingga 2017 PT SIM ke Pemprov NTT.

"Pemprov NTT menyebut PT SIM tidak mempunyai itikad baik untuk melakukan adendum kerja sama," isi dalam somasinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Yudho Winarto

Terbaru