Pidato pertama Anies selaku Gubernur DKI Jakarta

Senin, 16 Oktober 2017 | 23:28 WIB   Reporter: Yudho Winarto
Pidato pertama Anies selaku Gubernur DKI Jakarta


Dimulai dari hadirnya suasana ketuhanan dalam setiap sendi kehidupan kota.

Indonesia bukanlah negara yang berdasar satu agama, namun Indonesia juga bukan

negara sekuler. Ketuhanan, selayaknya menjadi landasan kehidupan warga.

Prinsip ketuhanan ini kemudian harus diwujudkan pula dengan hadirnya rasa

kemanusiaan dan keadilan bagi seluruh rakyat, tanpa ada yang terpinggirkan,

terugikan, apalagi tidak dimanusiakan dalam kehidupannya.

Perjuangan selanjutnya adalah memperjuangkan persatuan dalam kehidupan kota,

tak hanya merayakan keragaman. Ada sebuah pepatah Aceh yang bermakna, “Cilaka

rumah tanpa atap, cilaka kampung tanpa guyub.” Persatuan dan keguyuban ini yang

harus terus kita perjuangkan, dimulai dari meruntuhkan sekat-sekat interaksi antar

segmen masyarakatnya, terutama pemisahan ruang interaksi berdasar kemampuan

ekonomi.

Dalam mewujudkan semua prinsip itu, dialog dan musyawarah harus diutamakan

melalui mekanisme majelis-majelis perwakilan warga yang dilibatkan dalam setiap

pengambilan kebijakan. Musyawarah diutamakan untuk menghasilkan kesepakatan

dan kesepahaman. “Tuah sakato,” kata orang Minang. Dalam kesepakatan berdasar

musyawarah itu terkandung tuah kebermanfaatan.

Dan di ujungnya, namun menjadi yang terpenting, kita perjuangkan hadirnya

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Jakarta. Karena hadirnya keadilan sosial ini akan

menjadi parameter utama terwujudnya semangat Pancasila di kota ini. Seluruh aspek

dan alat pembangunan kota haruslah ditujukan untuk menghadirkan keadilan sosial

bagi warga. Termasuk APBD, jelas harus mencerminkan keberpihakan kepada

mereka yang belum merasakan keadilan sosial.

Editor: Yudho Winarto

Terbaru