Pidato pertama Anies selaku Gubernur DKI Jakarta

Senin, 16 Oktober 2017 | 23:28 WIB   Reporter: Yudho Winarto
Pidato pertama Anies selaku Gubernur DKI Jakarta


DKI JAKARTA - JAKARTA. DKI Jakarta memiliki pemimpin baru. Anies Baswedan dan Sandiaga Uno terhitung mulai Senin (16/10), resmi menjabat selaku Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik keduanya di Istana Negara pada pukul 16.00 WIB. Usai menjalani pelantikan, Anies-Sandi langsung ke Balai Kota mengikuti serah terima jabatan (sertijab). Sayangnya, Djarot Saiful Hidayat tak hadiri acara tersebut.

Malamnya, Anies-Sandi menyapa warga Jakarta dalam rangkaian pesta rakyat. Pada kesempatan ini, Anies menyampaikan pidato pertamanya selaku Gubernur DKI.

Berikut pidato lengkap Anies.

PIDATO GUBERNUR ANIES BASWEDAN

PESTA RAKYAT PELANTIKAN GUBERNUR DKI MASA JABATAN 2017-2022

JAKARTA, 16 OKTOBER 2017

Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahi rabbil alamin.

Washolatu wassalamu 'ala asrofil ambiya iwal mursalin wa'ala alihi wasohbihi aj ma'in.

Amma ba'du.

Saudara-saudara semua warga Jakarta.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Salam sejahtera. Om swastiastu. Namo buddhaya.

Saudara-saudara semua, hari ini satu lembar baru kembali terbuka dalam perjalanan

panjang Jakarta. Ketika niat yang lurus, ikhtiar gotong-royong dalam makna yang

sesungguhnya, didukung dengan doa-doa yang kita terus bersama panjatkan, maka

pertolongan dan ketetapan Allah SWT itu telah datang. Tidak ada yang bisa

menghalangi apa yang telah ditetapkan oleh-Nya, dan tidak ada pula yang bisa

mewujudkan apa yang ditolak oleh-Nya. Warga Jakarta telah bersuara dan terpaut

dengan satu rasa yang sama: Keadilan bagi semua. Mari kita terus panjatkan syukur

dan doa keselamatan kepada Allah SWT, Yang Maha Menolong dan Maha

Melindungi.

Hari ini sebuah amanat besar telah diletakkan di pundak kami berdua. Sebuah

amanat yang harus dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Hari ini adalah penanda

awal perjuangan dalam menghadirkan kebaikan dan keadilan yang diharapkan

seluruh Rakyat Jakarta, yaitu kemajuan ibukota tercinta dan kebahagiaan seluruh

warganya.

Hari ini, saya dan bang Sandi dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur bukan

bagi para pemilih kami saja, tapi bagi seluruh warga Jakarta. Kini saatnya

bergandengan sebagai sesama saudara dalam satu rumah untuk memajukan kota

Jakarta.

“Holong manjalak holong, holong manjalak domu,” demikian sebuah pepatah Batak

mengungkapkan. Kasih sayang akan mencari kasih sayang, kasih sayang akan

menciptakan persatuan. Ikatan yang sempat tercerai, mari kita ikat kembali. Energi

yang sempat terbelah, mari kita satukan kembali.

Jakarta adalah tempat yang dipenuhi oleh sejarah. Setiap titik Jakarta menyimpan

lapisan kisah sejarah yang dilalui selama ribuan tahun. Jakarta tidak dibangun barubaru

saja dari lahan hampa. Sejak era Sunda Kalapa, Jayakarta, Batavia hingga kini,

Jakarta adalah kisah pergerakan peradaban manusia. Jakarta sebagai melting pot

telah menjadi tradisi sejak lama. Di sini tempat berkumpulnya manusia dari penjuru

Nusantara, dan penjuru dunia. Jakarta tumbuh dan hidup dari interaksi antar

manusia.

Dalam sejarah panjang Jakarta, banyak kemajuan diraih dan pemimpin pun datang

silih berganti. Masing-masing meletakkan legasinya, membuat kebaikan dan

perubahan demi kota dan warganya. Untuk itu kami sampaikan apresiasi dan rasa

terima kasih kepada para Gubernur dan Wakil Gubernur sebelumnya, yang turut

membentuk dan mewarnai wujud kota hingga saat ini.

Jakarta juga memiliki makna pentingnya dalam kehidupan berbangsa. Di kota ini,

tekad satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa persatuan ditegakkan oleh para

pemuda. Di kota ini pula bendera pusaka dikibartinggikan, tekad menjadi bangsa

yang merdeka dan berdaulat diproklamirkan ke seluruh dunia. Jakarta adalah satu

dari sedikit tempat di Indonesia yang merasakan hadirnya penjajah dalam kehidupan

sehari-hari selama berabad-abad lamanya. Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan

oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Jangan sampai terjadi di Jakarta ini apa yang dituliskan dalam pepatah Madura, “Itik

se atellor, ajam se ngeremme.” Itik yang bertelur, ayam yang mengerami. Seseorang

yang bekerja keras, hasilnya dinikmati orang lain.

Kini kami datang untuk melanjutkan segala dasar kebaikan yang telah diletakkan para

pemimpin sebelumnya, sembari memperjuangkan keberpihakan yang tegas kepada

mereka yang selama ini terlewat dalam merasakan keadilan sosial, membantu

mengangkat mereka yang terhambat dalam perjuangan mengangkat diri sendiri,

serta membela mereka yang terugikan dan tak mampu membela diri.

Jakarta adalah ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka selayaknya ia

menjadi cermin dan etalasi dari semangat NKRI, semangat Pancasila dan semangat

tegaknya konstitusi. Di kota ini lah Pancasila harus mengejawantah, setiap silanya

harus mewujud menjadi kenyataan.

Dimulai dari hadirnya suasana ketuhanan dalam setiap sendi kehidupan kota.

Indonesia bukanlah negara yang berdasar satu agama, namun Indonesia juga bukan

negara sekuler. Ketuhanan, selayaknya menjadi landasan kehidupan warga.

Prinsip ketuhanan ini kemudian harus diwujudkan pula dengan hadirnya rasa

kemanusiaan dan keadilan bagi seluruh rakyat, tanpa ada yang terpinggirkan,

terugikan, apalagi tidak dimanusiakan dalam kehidupannya.

Perjuangan selanjutnya adalah memperjuangkan persatuan dalam kehidupan kota,

tak hanya merayakan keragaman. Ada sebuah pepatah Aceh yang bermakna, “Cilaka

rumah tanpa atap, cilaka kampung tanpa guyub.” Persatuan dan keguyuban ini yang

harus terus kita perjuangkan, dimulai dari meruntuhkan sekat-sekat interaksi antar

segmen masyarakatnya, terutama pemisahan ruang interaksi berdasar kemampuan

ekonomi.

Dalam mewujudkan semua prinsip itu, dialog dan musyawarah harus diutamakan

melalui mekanisme majelis-majelis perwakilan warga yang dilibatkan dalam setiap

pengambilan kebijakan. Musyawarah diutamakan untuk menghasilkan kesepakatan

dan kesepahaman. “Tuah sakato,” kata orang Minang. Dalam kesepakatan berdasar

musyawarah itu terkandung tuah kebermanfaatan.

Dan di ujungnya, namun menjadi yang terpenting, kita perjuangkan hadirnya

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Jakarta. Karena hadirnya keadilan sosial ini akan

menjadi parameter utama terwujudnya semangat Pancasila di kota ini. Seluruh aspek

dan alat pembangunan kota haruslah ditujukan untuk menghadirkan keadilan sosial

bagi warga. Termasuk APBD, jelas harus mencerminkan keberpihakan kepada

mereka yang belum merasakan keadilan sosial.

Bung Karno dahulu berucap, “Kita hendak membangun satu negara untuk semua.

Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan

maupun golongan yang kaya, tapi semua untuk semua.” Maka segala pengambilan

kebijakan di kota ini haruslah didasarkan pada kepentingan publik luas. Pengelolaan

tanah, air, teluk dan pulau, tidaklah boleh diletakkan atas dasar kepentingan suatu

individu, kepentingan suatu golongan, kepentingan suatu perhimpunan, ataupun

kepentingan suatu korporasi. Semua untuk semua, Jakarta untuk semua, inilah

semangat pembangunan yang akan kita letakkan untuk Jakarta.

Jakarta adalah saksi bagaimana sebuah bangsa menempuh jalan terjal mendaki

untuk wujudkan mimpi merdekanya. Tanggung jawab kita kini adalah menjadikan

Ibukota menjadi kota milik semua. Setiap keluarga dan pribadi kita harus bisa

mengatakan dengan penuh rasa syukur, beruntung kita tinggal di Ibukota. Ibukota

harus menjadi kota yang manusiawi, kota yang memberikan ruang pada seni,

kebudayaan dan tradisi untuk berkembang, sekaligus kota yang kehidupannya

membahagiakan. Di ibukota semua harus berkesempatan untuk maju bersama.

Jakarta harus Maju Bersama.

Gubernur dan Wakil Gubernur tentu menjadi pemimpin bagi semua dan harus

menghadirkan keadilan bagi semua. Namun jelas pula bahwa kami hadir dengan

tekad mengutamakan pembelaan yang nyata kepada mereka yang selama ini tak

mampu membela diri sendiri, membantu mengangkat mereka yang selama ini

terhambat dalam perjuangan mengangkat diri sendiri.

Bang Sandi tadi sudah menegaskan komitmen dan paradigma ke depan tentang

pembangunan kota. Bang Sandi sudah jabarkan bagaimana kita akan bersama-sama

membangun dan mengelola kampung, jalan, sekolah, puskesmas, pasar, angkot, dan

berbagai aspek kota lainnya. Seperti kata Bang Sandi, ini adalah satu langkah

bersama ke depan, memastikan Jakarta yang lebih ramah mimpi.

Untuk itu, kami hadir mengajak seluruh warga, menjadikan usaha memajukan kota

sebagai sebuah gotong royong, sebuah gerakan bersama. Dalam pembangunan

kota ke depan, Gubernur bukan sekadar administrator bagi penduduk kota, bukan

pula sekadar penyedia jasa bagi warga sebagai konsumennya. Namun kami bertekad

akan menjadi pemimpin bagi kolaborasi warga kota yang berdaya dan turut menjadi

perancang dan pelaku pembangunan.

Dalam pepatah Banjar dikatakan, “Salapik sakaguringan, sabantal sakalang gulu.”

Satu tikar tempat tidur, satu bantal penyangga leher. Kiasan ini bermakna hubungan

antar elemen masyarakat yang erat, saling setia dan mendukung satu sama lain. Inilah

semangat yang hendak kita bangun.

Selain itu, kami mengajak pula seluruh elemen kepemimpinan di kota Jakarta ini,

mulai dari jajaran pemerintah daerah, para wakil rakyat, pemimpin lembaga

pertahanan, keamanan dan penegakan hukum, untuk memiliki tekad yang sama:

menghibahkan hidupnya kepada rakyat Jakarta, bukan sebaliknya, menyedot

kekayaan dari kota dan warganya, untuk dibawa pulang ke rumahnya.

Sebuah kearifan lokal dari Minahasa mengingatkan, “Si tou timou tumou tou.”

Manusia hidup untuk menghidupi orang lain, menjadi pembawa berkah bagi sesama.

Sebuah pengingat bagi semua manusia, namun terutamanya bagi para pemimpin.

Mohammad Husni Thamrin, seorang putra terbaik Jakarta pernah

mengatakan: “Setiap pemerintah harus mendekati kemauan rakyat. Inilah sepatutnya

dan harus menjadi dasar untuk memerintah. Pemerintah yang tidak mempedulikan

atau menghargakan kemauan rakyat sudah tentu tidak bisa mengambil aturan yang

sesuai dengan perasaan rakyat.” Ucapan Husni Thamrin ini terpatri dalam patungnya

yang berdiri di Lapangan Monas di hadapan kita ini.

Saudara-saudara semua, perjuangan kita ke depan adalah perjuangan untuk

mewujudkan gagasan, kata dan karya yang selama ini telah kita tekadkan. Dengan tak

henti memohon pertolongan kepada Yang Maha Memberi Pertolongan, mari kita

bersama berikhtiar mewujudkan Jakarta yang maju setiap jengkalnya, dan bahagia

setiap insan di dalamnya.

Tanah Air Indonesia adalah karunia Allah. Ciptaan Tuhan yang Maha Pengasih dan

Maha Penyayang. Bangsa ini diberikan keindahan dan kekayaan Alam yang tiada

tandingnya. Ya, alam Indonesia adalah ciptaan Tuhan, tapi desa, kota dan negara di

tanah ini adalah ciptaan manusia. Tuhan menciptakan alam, manusia membentuk

kota. Bagaimana kota kita sepenuhnya kembali pada diri kita semua.

Semoga Allah SWT membantu ikhtiar kita, melindungi ibukota, menjadikannya

wilayah yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, serta menurunkan keberkahan

bagi setiap warganya. Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Tiada usaha, kekuatan,

dan daya upaya selain dengan kehendak Allah.

Wallahu muwafiq ila aqwamith thoriq, billahi taufiq wal hidayah.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 4 5 6 7 Tampilkan Semua
Editor: Yudho Winarto

Terbaru