Ini dia beda transparansi anggaran DKI Jakarta era Ahok dan Anies

Jumat, 01 November 2019 | 05:30 WIB   Reporter: kompas.com
Ini dia beda transparansi anggaran DKI Jakarta era Ahok dan Anies


Anies juga mengkritik soal rancangan yang terlalu detail sampai satuan ketiga. Dia memberi contoh program pentas musik dengan nilai anggaran Rp 100 juta.

Dalam sistem e-budgeting, anggaran tersebut harus diturunkan dalam bentuk komponen. Menurut Anies, rancangan anggarannya tidak perlu detail sampai pada satuan ketiga terlebih dahulu karena itu yang akan dibahas bersama DPRD DKI.

"Sehingga setiap tahun staf itu banyak yang memasukkan yang penting masuk angka Rp 100 juta dulu. Toh, nanti yang penting dibahas," ujar Anies. Dengan kata lain, KUA-PPAS diserahkan ke DPRD DKI secara gelondongan.

Baca Juga: Pemprov DKI ajukan anggaran Rp 150 miliar untuk jalan berbayar

"Itu dokumen ada harus dicek manual, apakah panggung, mic, terlalu detail di level itu, ada beberapa yang mengerjakan dengan teledor (karena) toh diverifikasi dan dibahas," ujar Anies.

"Cara-cara seperti ini berlangsung setiap tahun. Setiap tahun muncul angka aneh-aneh," kata dia.

Anies pun memberi sinyal tidak akan terus menggunakan sistem ini. Dia ingin memakai sistem yang bisa memberi notifikasi langsung ketika ada anggaran yang tak wajar.

"Ini tinggal dibuat algoritma saja, if item-nya itu jenisnya Aibon, harganya Rp 82 miliar (padahal) sebenarnya harganya kan enggak semahal itu. Harganya Rp 20.000 atau Rp 30.000, terus totalnya mencapai puluhan miliar, pasti ada salah. Harusnya ditolak itu sama sistem," kata Anies.

Bagaimana pantau uang rakyat?

KUA-PPAS berisi rencana Pemerintah DKI dalam menggunakan uang rakyat Jakarta. Dengan demikian, Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, sejatinya ini merupakan informasi publik.

Apalagi, program yang diinput ke dalam sistem ini adalah hasil dari aspirasi masyarakat dalam musyawarah rencana pembangunan (musrenbang). Adapun musrenbang merupakan forum bagi masyarakat menyampaikan usulan program kepada pemerintah.

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru