DPRD buka suara soal 2 pejabat DKI Jakarta yang mundur, apa kata mereka?

Senin, 04 November 2019 | 12:55 WIB   Reporter: kompas.com
DPRD buka suara soal 2 pejabat DKI Jakarta yang mundur, apa kata mereka?

ILUSTRASI. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan sambutan pada pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta periode 2019-2024 di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (26/8/2019).


DKI JAKARTA - JAKARTA. Mundurnya dua pejabat Provinsi DKI Jakarta hingga saat ini masih menjadi sorotan publik. Bagaimana tidak, keduanya mundur di tengah pembahasan anggaran yang menuai kontroversi karena banyaknya kejanggalan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Sri Mahendra Satria Wirawan dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Edy Junaedi mundur saat tengah pembahasan anggaran Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.

Edy diduga mengundurkan diri setelah anggaran untuk influencer sebesar Rp 5 miliar dipertanyakan publik. Adapun Mahendra diduga mundur karena Bappeda punya peran vital, bertugas mengoordinasikan seluruh dokumen rancangan anggaran DKI Jakarta.

Baca Juga: Anies: Sistem e-budgeting yang baru harus bisa ikat seluruh penyusun anggaran

Tak hanya masyarakat, para anggota DPRD DKI Jakarta yang merupakan mitra Pemprov DKI Jakarta juga turut buka suara atas pengunduran diri keduanya.

PDI-P sebut ada tekanan dari pimpinan

Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menyayangkan pengunduran diri dua pejabat Pemerintah DKI Jakarta tersebut. Dia menduga, dua pejabat itu mundur karena ada tekanan dari atasan mereka.

Baca Juga: Dua pejabat DKI Jakarta mundur di tengah kisruh anggaran, Anies terkejut

"Kami hormati sikap (mundur) itu. Tapi yang kedua, kami sayangkan di saat pertempuran pembahasan APBD mereka mengundurkan diri, kan gitu. Kenapa tidak menyelesaikan peperangan sampai selesai, baru mundur? Itu saja yang kami sayangkan," kata Gembong saat dihubungi Sabtu (2/11).

Gembong menduga, pengunduran diri dua pejabat tersebut tak lepas dari tekanan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Soalnya, banyak usulan anggaran yang ditemukan janggal, seperti ada usulan anggaran Rp 5 miliar untuk lima influencer di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

"Bisa saja dengan hiruk pikuknya pembahasan APBD itu ada tekanan dari pimpinannya. Ini, kan, cukup hiruk pikuk pembahasan APBD sekarang. Tapi, kenapa itu terjadi karena memang perencanaan kita sangat lemah," ujar Gembong.

Baca Juga: E-Budgeting DKI Jakarta akan diperbarui, publik bisa komentari anggaran dalam sistem

Meski demikian, pengunduran diri dua pejabat tersebut, menurut Gembong, tak akan menghambat pembahasan anggaran yang saat ini berjalan.

"Pembahasan, sih, enggak ada soal. Pembahasan masih berjalan normal saja, enggak berpengaruh. Namanya aparatur kita kan sistemnya sudah berjalan, siapa pun yang mengendalikan kan enggak ada soal," ujar Gembong.

Gerindra nilai keduanya tak mampu kerja

Berbeda dengan Fraksi PDI-P, Fraksi Gerindra menilai pengunduran diri keduanya memang karena ketidakmampuan mereka dalam bekerja.

Baca Juga: Ini dia beda transparansi anggaran DKI Jakarta era Ahok dan Anies

"Menunjukkan kinerja yang tidak mampu bekerja kemudian mengundurkan diri. Yang saya ketahui ada rekam jejaknya. Mereka bermasalah, salah satu pemicunya itu (kelalaian input data). Bappeda, kan, punya tupoksi leading sector untuk menyusun KUA-PPAS perencanaan semua masing-masing SKPD," kata Anggota DPRD Fraksi Partai Gerindra Syarif.

"Ketika ada kejanggalan seperti itu baru terjadi polemik, yang diminta pertanggungjawaban tentu yang punya kewenangan itu, ya, Pak Hendra," lanjut dia.

Syarif tidak sepakat dengan penilaian anggota DPRD yang lain yang melihat dua pejabat tersebut mundur karena ketidakmampuan Anies dalam mengontrol kinerja bawahannya. Menurutnya, Anies sudah melakukan penyisiran anggaran. Maka, ketika ada yang masih janggal itu merupakan salah kepala dinasnya.

Baca Juga: Anggaran lem aibon bikin heboh, Sri Mulyani bakal bicara dengan Kemdagri

"Wong justru Pak Anies mampu mengatasi lebih dari prediksi publik, Pak Anies mampu mengatasi itu. Menurut saya, kan, Pak Anies bilang di YouTube tanggal 23 kemarin. 'Saya tujuh hari sebelum soal lem Aibon dan lain-lain sudah menyisir, dan memotong anggaran itu, saya di dalam ruangan bersama jajaran saya tidak perlu memperumit masalah', berarti Pak Anies mampu, ya, kan," ujarnya.

PSI minta Anies evaluasi gaya kepemimpinan

Menurut Fraksi PSI, pengunduran diri kedua dua pejabat Pemprov DKI berkaitan dengan sistem penyusunan anggaran yang tidak transparan dan buruk di DKI Jakarta. “Kontrol kebijakan ada di gubernur. Jadi, saya enggak sama sekali menyalahkan Kadisparbud dan Kepala Bappeda karena semua tanggung jawab ada di gubernur,” kata Anggota DPRD DKI Fraksi PSI William Aditya Sarana.

Politisi muda ini meyakini, para aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di lingkungan Pemprov DKI sebenarnya siap untuk transparan dalam pembahasan anggaran. Namun, Anies yang menutup-nutupi proses pembuatan anggaran.

Baca Juga: Dishub DKI usulkan revisi anggaran pembangunan jalur sepeda jadi Rp 62 miliar

Itu menyebabkan para ASN tersebut mendapat tekanan dari publik setelah beberapa kejanggalan anggaran yang diusulkan terkuak. “Kami enggak mau salahkan ASN karena dasarnya ASN siap transparan. Mereka sudah biasa dikritik dan dikuliti,” kata dia.

William berharap, agar kejadian itu bisa menjadi pemantik bagi Anies mengevaluasi gaya kepemimpinannya. “Seharusnya, kejadian ini menjadi momentum untuk dia evaluasi gaya kepemimpinannya ini,” ujar William.

Penulis: Ryana Aryadita Umasugi

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "DPRD Buka Suara soal Mundurnya 2 Pejabat DKI, Anies Harus Evaluasi Kepemimpinan hingga Dugaan Ada Tekanan..."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: S.S. Kurniawan
Terbaru